Ilustrasi. Foto: dok MI.
Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan hari ini mengalami penguatan, mempertahankan penguatannya sejak pembukaan perdagangan pagi.
Mengutip data Bloomberg, Selasa, 1 Juli 2025, nilai tukar rupiah terhadap USD ditutup di level Rp16.199,5 per USD. Mata uang Garuda tersebut menguat 38,5 poin atau setara 0,24 persen dari posisi Rp16.238 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
"Pada perdagangan sore ini, mata uang rupiah ditutup menguat 38,5 poin, sebelumnya sempat menguat 70 poin di level Rp16.199,5 per USD dari penutupan sebelumnya di level Rp16.238 per USD," kata analis pasar uang Ibrahim Assuaibi dalam analisis hariannya.
Sementara itu, data Yahoo Finance juga menunjukkan rupiah berada di zona hijau pada posisi Rp16.190 per USD. Rupiah naik 36 poin atau setara 0,22 persen dari Rp16.226 per USD di penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Sedangkan berdasar pada data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah berada di level Rp16.192 per USD. Mata uang Garuda tersebut menguat 39 poin dari perdagangan sebelumnya di level Rp16.231 per USD.
Kekhawatiran lolosnya RUU pajak AS yang baru
Ibrahim mengungkapkan, pergerakan rupiah hari ini dipengaruhi oleh sentimen Senat Amerika Serikat (AS) meloloskan secara prosedural Rancangan Undang-Undang (RUU) Pajak yang baru. RUU tersebut, yang lolos tipis di Senat selama akhir pekan, mengusulkan perombakan besar-besaran kode pajak, termasuk pengurangan luas yang didanai oleh pemotongan program Medicaid dan energi hijau.
"RUU tersebut menimbulkan kekhawatiran akan defisit AS yang membengkak. RUU Pajak yang disebut Trump sebagai 'One Big Beautiful Bill' itu kemungkinan akan meningkatkan defisit fiskal sebesar USD3,8 triliun," jelas Ibrahim.
Oleh karena itu, terang Ibrahim, investor khawatir pemotongan pajak yang agresif, yang dipasangkan dengan pengurangan belanja pemerintah, dapat mengikis disiplin fiskal dan memicu inflasi jangka panjan.
Di sisi lain, fokus pasar hari ini adalah Pidato Ketua Federal Reserve Powell dalam sebuah acara yang diselenggarakan oleh ECB. "Pasar akan menganalisis dengan saksama untuk mendapatkan petunjuk tentang kapan Fed akan mulai memangkas suku bunga," papar Ibrahim.
(Ilustrasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Foto: MI/Susanto)
Surplus neraca dagang RI melesat lagi
Di sisi lain, sambung Ibrahim, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan
neraca perdagangan Indonesia mencapai surplus USD4,3 miliar per Mei 2025. Dengan demikian, Indonesia mencatatkan surplus selama 61 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Indonesia mencatatkan ekspor senilai USD24,61 miliar atau naik 9,68 persen (year on year/YoY). Adapun, nilai impor mencapai USD20,31 miliar atau naik 4,14 persen YoY. Alhasil Indonesia mencatatkan surplus neraca dagang USD4,3 miliar.
Sebelumnya, data manufaktur Indonesia kembali mengalami kontraksi. Hal ini tercermin dalam laporan S&P Global Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia turun ke level 46,9 pada Juni 2025 dari bulan sebelumnya 47,4. Angka dan terendah kedua sejak Agustus 2021 yang menunjukkan penurunan sektor produksi.
Penurunan ini didorong oleh penurunan solid pada kondisi operasional pada pertengahan 2025 yang ditunjukkan dari penurunan output, aktivitas pembelian, dan ketenagakerjaan. Penyebab utama penurunan adalah penurunan tajam permintaan atas barang produksi Indonesia.
Melihat berbagai perkembangan tersebut, Ibrahim memprediksi rupiah pada perdagangan Rabu besok akan bergerak secara fluktuatif dan kemungkinan besar akan kembali menguat.
"Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp16.130 per USD hingga Rp16.190 per USD," jelas Ibrahim.