Pemerintah-DPR Menyepakati Pengenaan Bea Keluar terhadap Emas dan Batu Bara

Gedung DPR ilustrasi. Foto: Metrotvnews.com/Fachri Audhia Hafiez.

Pemerintah-DPR Menyepakati Pengenaan Bea Keluar terhadap Emas dan Batu Bara

Arga Sumantri • 8 July 2025 19:19

Jakarta: Wakil Ketua Komisi XI DPR Fauzi Amro mengatakan DPR dan pemerintah menyepakati perluasan basis penerimaan negara melalui pengenaan bea keluar terhadap produk emas dan batu bara. Kebijakan itu menjadi bagian dari strategi optimalisasi penerimaan negara.

Saat ini produk emas mentah (dore bullion) dikenakan bea keluar sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 38/2024. Namun, emas batangan dan perhiasan belum termasuk dalam objek tersebut. 

Sementara itu, batu bara tak lagi dikenakan bea keluar sejak 2006 dan hanya dikenakan royalti sebagai bagian dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Fauzi menjelaskan bahwa untuk besaran tarif bea keluar nantinya akan diusulkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kepada Kemenkeu untuk diterbitkan dalam bentuk PMK.

"Harapan kita (bea keluar) sebagai penerimaan negara yang baru itu akan naik. Jadi kita memang ingin mempertegas bahwa tarifnya ditentukan oleh Kementerian ESDM. Lewat ESDM nanti ke PMK," kata Fauzi, Selasa, 8 Juli 2025.
 

Baca juga: NasDem Nilai Putusan MK Picu Turbulensi Konstitusional

Selain bea keluar emas dan batu bara, Fauzi mendorong pemerintah memperluas basis penerimaan negara melalui ekstensifikasi barang kena cukai baru. Salah satu yang menjadi perhatian adalah rencana pengenaan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).

Legislator Partai NasDem itu menjelaskan target penerimaan dari cukai MBDK diperkirakan dapat mencapai Rp5-6 triliun, dengan pengenaan terhadap produk berkadar gula di atas 6 persen dan sudah memiliki izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Namun, ia menekankan pentingnya sosialisasi agar kebijakan tersebut tidak menimbulkan polemik di masyarakat. Waktu implementasi kebijakan tersebut bergantung pada kesiapan pemerintah, dan dapat diterapkan pada semester II 2025 atau mulai 2026 sebagai bagian dari asumsi penerimaan negara dalam RAPBN.

"Kalau asumsi, ini kan digunakan (diterapkan) untuk tahun depan. Nah, sekarang kan pemerintah menunda. Bisa juga pemerintah melakukan percepatan, tapi kan butuh sosialisasi," ungkap Fauzi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)