NasDem Nilai Putusan MK Picu Turbulensi Konstitusional

Ketua DPP Partai NasDem Atang Iriawan. Foto: Medcom.id.

NasDem Nilai Putusan MK Picu Turbulensi Konstitusional

Anggi Tondi Martaon • 8 July 2025 16:47

Jakarta: Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/2024 dinilai berpotensi menimbulkan turbulensi konstitusional yang serius. Sebab, putusan yang memisahkan pemilu nasional dengan daerah tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 22E ayat (1) dan (2) UUD 1945.

Ketua Bidang Hukum dan HAM DPP Partai NasDem, Atang Irawan mengatakan, Pasal 22E ayat (1) dan (2) UUD 1945 yang secara tegas mengatur bahwa pemilu harus diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber-jurdil) setiap lima tahun sekali.

“Penjadwalan pemilu yang diatur MK ini berpotensi menabrak konstitusi karena melanggar prinsip lima tahunan, sehingga memicu ketidakpastian hukum dan kegaduhan politik,” tegas Atang melalui keterangan tertulis, Selasa, 8 Juli 2025.

Atang juga menyoroti bahwa putusan MK menafsirkan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 secara monolitik dengan menyatakan pilkada harus dilakukan langsung oleh rakyat. Padahal pasal tersebut hanya mengisyaratkan pelaksanaan secara demokratis dengan berbagai model sesuai kekhususan daerah. 

Contohnya, DIY dengan sistem gubernur dan wakil gubernur yang ditetapkan secara istimewa. Hal ini dinilai mengabaikan semangat otonomi daerah yang menjadi landasan filosofis konstitusi.
 

Baca juga: 

Menko Polkam akan Kaji Dampak Putusan MK


Selain itu, putusan MK berpotensi menimbulkan kekosongan jabatan di DPRD dan mengharuskan penunjukan penjabat DPRD secara massal. Hal itu dinilai berbahaya bagi legitimasi politik dan demokrasi. 

“Kalau anggota DPRD tidak dipilih rakyat, maka makna kedaulatan rakyat akan tergerus,” ujar Atang.

Atang mengingatkan MK bertindak sebagai guardian of constitution yang menguji hal-hal fundamental, bukan teknis. Sebab, hal teknis adalah kewenangan legislator. 

Menurut dia, menjadikan MK sebagai kamar ketiga pembuat undang-undang justru melemahkan posisi DPR dan pemerintah sebagai pembentuk undang-undang yang sah.

Atang menegaskan pentingnya menjaga kepastian hukum dan prinsip lima tahunan dalam pemilu agar demokrasi di Indonesia tetap berjalan stabil dan sesuai konstitusi. Jika perubahan makna konstitusi diperlukan, sebaiknya dilakukan melalui amandemen formal, bukan putusan MK yang berpotensi memicu ketidakpastian hukum dan konflik kelembagaan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggi Tondi)