Candra Yuri Nuralam • 11 January 2025 21:22
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti harga liquefied natural gas (LNG) yang dibeli PT Pertamina (Persero), yang sempat melonjak pada 2015. Kontrak pembelian diklaim tidak bisa dibatalkan.
Informasi itu diulik dengan memeriksa mantan Direktur Utama (Dirut) Pertamina Dwi Soetijpto (DS), beberapa waktu lalu. Dwi mengurusi kontrak pembelian LNG, pada 2013 dan 2014.
“Saksi DS terkait dengan tidak dapat dibatalkannya kontrak pembelian LNG Import dari CCL (perusahaan luar negeri) yang ditandatangani pada tahun 2013 dan 2014, sekalipun, ternyata diketahui di tahun 2015 bahwa LNG yang dibeli harganya tidak lagi ekonomis,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto melalui keterangan tertulis, Sabtu, 11 Januari 2025.
Tessa enggan memerinci isi kontrak yang tidak bisa dibatalkan itu. Penyidik juga mendalami pembelian LNG dari Amerika Serikat (USA), yang diduga tidak pernah dipresentasikan, dari keterangan eks Direktur Umum Pertamina Luhur Budi Djatmiko (LBD).
“Saksi LBD didalami terkait tidak pernah dipresentasikanya rencana pembelian LNG Import dari USA kepada direksi Pertamina. Sehingga tidak diketahui apakah pembelian LNG tersebut sesuai kebutuhan (di dalam negeri) atau tidak,” ucap Tessa.
KPK enggan memerinci keterangan Luhur. Tapi, saksi itu juga menjelaskan bahwa tidak ada dokumen yang disepakati Dewan Redaksi di Pertamina untuk pembelian LNG tersebut.
“Serta didalami terkait dengan Penandatangan pembelian LNG 2014 yang tanpa sepengatahun Dewan Direksi,” ujar Tessa.
KPK mengembangkan kasus dugaan rasuah pengadaan LNG di PT Pertamina (Persero). Perkara baru ini diumumkan usai mantan Direktur Pertamina Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan divonis bersalah atas perkara itu.
“Pada saat ini KPK sedang melakukan pengembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan LNG di PT Pertamina (Persero),” kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 2 Juli 2024.
Tessa menjelaskan dugaan korupsi ini terjadi pada 2011 sampai 2021. Kelakuan itu diyakini merugikan negara USD113.839.186.
KPK menetapkan dua tersangka dalam kasus itu. Tessa enggan memerinci namanya, namun, identitas mereka yakni HK dan YA.