Menteri Agama Nasaruddin Umar dalam Konferensi Internasional LKLB di Jakarta, Rabu, 12 November 2025. (Institut Leimena)
Willy Haryono • 12 November 2025 17:04
Jakarta: Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan bahwa dunia membutuhkan literasi lintas agama untuk membangun kembali kepercayaan sosial di tengah meningkatnya polarisasi global. Hal itu disampaikan dalam sambutan kunci hari kedua Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) atau International Conference on Cross-Cultural Religious Literacy (ICCCRL) di Jakarta, Rabu, 12 November 2025.
Konferensi internasional yang mengusung tema “Education and Social Trust in Multifaith and Multicultural Societies” ini diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI dan Institut Leimena, dengan dukungan Kementerian Agama, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Hukum RI. Acara tersebut dihadiri lebih dari 200 peserta dari 20 negara.
“Indonesia bangga menjadi tuan rumah acara ini, karena sejak berdirinya, bangsa kita tumbuh di atas prinsip Bhinneka Tunggal Ika, bersatu dalam keberagaman,” ujar Menag Nasaruddin.
Ia menyoroti bahwa dunia saat ini tengah menghadapi krisis kepercayaan sosial, di mana banyak orang kehilangan kepercayaan pada lembaga dan bahkan satu sama lain. Konflik atas nama agama, menurutnya, sering muncul bukan karena keyakinan itu sendiri, melainkan akibat ketidaktahuan dan ketakutan.
“Pengalaman Indonesia menunjukkan bahwa keberagaman bisa dikelola, bukan dihindari; dihargai, bukan dicemooh. Dialog, pendidikan, dan pelayanan publik yang adil adalah kunci menjaga kerukunan,” tegasnya.
Nasaruddin menyebut bahwa kerukunan antarumat beragama di Indonesia telah menjadi model bagi dunia. Dengan Pancasila sebagai landasan spiritual bersama, Indonesia mampu mempersatukan umat dari berbagai agama dalam semangat kesetaraan.
“Melalui Kementerian Agama, negara tidak mengatur keyakinan, tetapi memastikan setiap warga dapat beribadah sesuai keyakinannya dengan damai dan bermartabat,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menyinggung visi Indonesia Emas 2045 yang menempatkan harmoni sosial dan pembangunan karakter sebagai fondasi utama. Salah satu implementasinya adalah program ‘Kurikulum Cinta’ dari Kementerian Agama, yang menanamkan nilai kasih dan penghargaan terhadap keberagaman sejak dini di sekolah dan lembaga keagamaan.
“Dari Indonesia, kami menyampaikan pesan kepada dunia: agama bukan sumber perpecahan, tetapi sumber kepercayaan; bukan tembok pemisah, tetapi jembatan kemanusiaan,” ungkapnya.
Menutup sambutannya, Menag berharap konferensi ini dapat melahirkan lebih banyak pembawa damai yang tidak hanya berbicara tentang toleransi, tetapi juga mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.
“Semoga forum ini memicu gerakan global untuk menjadikan agama sebagai kekuatan pemersatu, yang membawa kehidupan dan mengangkat martabat manusia,” pungkasnya.
Baca juga: Konferensi LKLB 2025 Soroti Pengalaman Indonesia Kelola Keberagaman