TNI Tak Perlu Pensiun Dini Isi Jabatan Sipil, Legislator: Tidak Bakal Seperti Orba

Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin. Foto: Metrotvnews.com/Fachri.

TNI Tak Perlu Pensiun Dini Isi Jabatan Sipil, Legislator: Tidak Bakal Seperti Orba

Fachri Audhia Hafiez • 4 March 2025 23:02

Jakarta: Prajurit TNI aktif dipandang perlu pensiun dini apabila ingin mengisi jabatan sipil. Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin menilai hal itu tak diperlukan bila publik mengkhawatirkan kembalinya era orde baru.

"Kalau pensiun dini karena takut bahwa nanti akan kembali ke orde baru, saya tidak sepakat. Karena apa? Susah untuk kembali ke orde baru," kata Hasanuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa, 4 Maret 2025.

Mayor Jenderal (purn) itu mennilai sulit menyamakan penembatan prajurit TNI aktif sekarang dengan era orde baru. Sebab, penempatan prajurit mengisi jabatan sipil dilakukan melalui DPR yang saat ini anggotanya dipilih secara demokratis.

"Dulu anggota DPR kan ditunjuk. Iya kan? Anggota DPR ditunjuk 100 orang. Ya pasti mayoritas di DPR sini dan hanya taat kepada panglima TNI. Begitu. Kemudian tergabung dalam ABG yang namanya ABRI, kemudian Birokrat, dan Golkar," jelas dia.
 

Baca juga: 

Pakar Kritik Revisi UU TNI Banyak Isi Jabatan Sipil, Singgung Mayor Teddy


Politikus PDIP itu memahami bahwa harus hati-hati ketika menempatkan prajurit TNI aktif di sipil. Misalnya, kehilangan aset kemampuan prajurit tersebut karena harus mengisi jabatan sipil.

"Yang pertama, saya khawatir kalau nanti prajurit TNI yang baik-baik itu kerjanya di jabatan sipil. Itu kan kita akan kehilangan aset. Padahal tupoksi TNI adalah untuk melakukan pertahanan negara," ujar Hasanuddin.

Seorang prajurit TNI aktif sejatinya jago bertempur. Namun, belum tentu cakap menangani urusan di jabatan sipil. Oleh karena itu, perlu selektif dalam menunjuk prajurit TNI.

"Jago bertempur, belum tentu jago di urusan peternakan. Ya, begitu. Yang urusan pertanian, lulusan IPB mungkin ya. Begitu, bukan lulusan AKMIL. Sehingga harus selektif seseorang prajurit TNI aktif ditempatkan di kementerian atau lembaga tersebut harus punya kapasitas," ujar Hasanuddin.

Eks Wakil Ketua Komisi I DPR itu menekankan prajurit TNI mengisi jabatan sipil harus sesuai kebutuhan dan tak boleh dipaksakan. Kemudian, perlu ada standarisasi yang ditetapkan khusus prajurit yang layak mengisi jabatan sipil.

"Harus ada standar equivalent. Kalau misalnya jadi kepala Bulog itu harus bintang tiga. Dasarnya apa? Kan harus jelas. Ya, begitu. Ya harus ada standarisasi itu. Tidak bisa, oh jadi dirjen, bintang dua gitu. Apakah kolonel tidak bisa? Dan sebagainya," kata Hasanuddin.

Dia juga menggarisbawahi penempatan prajurit TNI di jabatan sipil jangan menimbulkan kecemburuan di aparatur sipil negara (ASN) yang sudah merintis. Termasuk pemberian fasilitas ganda.

"ASN itu sudah merintis, tiba-tiba mau dirjen, mau jadi dirjen, datanglah tentara. Ya kan kasihan. Itu harus mendapatkan perhatian kita semua dan juga saya berharap, jangan sampai double fasilitas. Dapat mobil dinas dari TNI, di sini dapat mobil dinas lagi," ujar dia.

Sebelumnya, Peneliti Imparsial Al Araf mengatakan bakal ada loyalitas ganda apabila militer dan polisi aktif mengisi jabatan sipil. Oleh karena itu, bagi prajurit yang ingin mengisi jabatan sipil perlu pensiun dini.

Hal itu disampaikan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan pakar di Komisi I DPR membahas Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

"Kalau ingin masuk pensiun dini supaya tidak ada loyalitas ganda kalau masih aktif loyalitas mereka ke mana ke pak menteri apa ke panglima atau kapolrinya? Saya pastikan ke panglima dan kapolrinya bukan ke menterinya. Ini menimbulkan dualisme loyalitas," ujar Al Araf.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggi Tondi)