Lewat MPR, YeC Dorong Percepatan Penciptaan Green Jobs bagi Anak Muda

Perwakilan YeC menyerahkan 5 poin rekomendasi percepatan green jobs ke pimpinan MPR. Foto: Dok YeC

Lewat MPR, YeC Dorong Percepatan Penciptaan Green Jobs bagi Anak Muda

Wandi Yusuf • 6 March 2025 21:55

Jakarta: Youth Energy Council (YeC) atau Dewan Energi dan Lingkungan Nasional mendatangi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk ikut mendorong percepatan penciptaan sektor hijau atau green jobs dan pengelolaan energi nasional yang transparan dan akuntabel. Permintaan itu disertai penyerahan lima poin kebijakan saat perwakilan YeC bertemu Wakil Ketua MPR, Eddy Soeparno, di Senayan, Jakarta Pusat.

"YeC mendorong pemerintah untuk segera mengambil langkah nyata dalam sektor energi dan lingkungan yang merupakan keinginan anak muda Indonesia," kata Chairman YeC, Fadli Rahman, melalui keterangan tertulis, Kamis, 6 Maret 2025.

Selain Fadli, hadir dalam audiensi para tokoh muda pendiri YeC lain, yang juga aktif di sektor energi dan lingkungan, yaitu Ferro Ferizka  (Founder Pijar Foundation), Billy Mambrassar (Founder Containder), dan Arfan Arlanda (Founder Jejakin). Kehadiran mereka menegaskan gerakan ini tidak hanya datang dari kalangan organisasi atau komunitas pemuda, tetapi juga dari para inovator dan pelaku industri yang peduli terhadap masa depan energi Indonesia. 

Aspirasi ini dirumusan setelah YeC mengadakan kunjungan ke berbagai daerah di Indonesia. Mereka juga mengadakan forum diskusi bersama hampir 1.000 anak muda sebagai bentuk kepedulian mereka terhadap keberlanjutan energi dan kualitas lingkungan di Indonesia. 

"Dari hasil forum diskusi tersebut, kami menyerahkan white paper berisi lima isu atau poin yang harus diselesaikan oleh pemerintah saat ini yang menjadi keresahan anak muda," kata Fadli.
 

1. Transparansi Tata Kelola Energi: Mencegah Korupsi dan Inefisiensi

Poin utama yang disampaikan dalam audiensi ini adalah tuntutan YeC terhadap transparansi dalam tata kelola energi nasional. Mereka menyoroti bagaimana sektor energi di Indonesia masih rentan terhadap inefisiensi dan kurangnya keterbukaan dalam pengelolaan sumber daya serta distribusi subsidi energi.

Fadli mengatakan pemerintah harus lebih serius dalam memastikan bahwa kebijakan energi dikelola dengan transparan dan berbasis data yang akurat.

Sekretaris Jendral YeC yang juga pendiri Start Up Containder, Billy Mambrasar, menyoroti perlunya percepatan transisi ke energi bersih dengan kebijakan yang lebih akuntabel. Menurut dia, Indonesia tak bisa terus-menerus mengandalkan energi fosil jika ingin mencapai target Net Zero Emission 2060. 

"Perlu ada strategi nasional yang jelas, terukur, dan berbasis data dalam pengembangan energi terbarukan. Agar Indonesia tidak tertinggal dibandingkan negara lain," kata Billy yang pernah menjabat sebagai Staf Khusus Presiden RI periode 2019-2024.
 

2. Polusi Udara dan Sampah: Krisis yang Kian Mendesak

Selain itu, YeC menyoroti buruknya pengelolaan sampah yang berkontribusi besar terhadap polusi udara. Kualitas udara di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung semakin memburuk akibat pembakaran sampah yang tidak terkendali serta pengelolaan limbah yang masih tradisional.

Menurut YeC, solusi utama untuk mengatasi masalah ini adalah meningkatkan kapasitas ekonomi sirkular serta mendorong industri untuk lebih aktif dalam daur ulang dan pengolahan sampah secara berkelanjutan.

"Pemerintah harus lebih serius dalam membangun sistem pengelolaan sampah yang lebih modern, termasuk teknologi waste-to-energy. Sebagian besar sampah di Indonesia masih berakhir di TPA tanpa ada solusi jangka panjang, padahal di negara lain, sampah bisa menjadi sumber energi alternatif," kata Billy .

Arfanda, Pendiri Start Up JEJAKIN, yang menjabat sebagai Wakil Ketua YeC bidang lingkungan menekankan pentingnya insentif bagi industri daur ulang agar lebih banyak perusahaan yang terlibat dalam pengelolaan limbah secara bertanggung jawab.

“Kami membutuhkan lebih banyak investasi di sektor ini, serta regulasi yang lebih ketat terhadap industri yang menghasilkan limbah berbahaya," kata  Arfan.
 
Baca: 

Investasi di Sektor Energi Terbarukan Indonesia Masih Minim

 

3. Percepatan Green Jobs: Janji yang Harus Direalisasikan

YeC juga menegaskan kebijakan ini telah dirumuskan oleh Dewan Pakar YeC, yang terdiri atas ilmuwan dan insinyur. Salah satu sorotan utama dalam rekomendasi ini adalah percepatan penciptaan green jobs yang masih jauh dari target pemerintah.

Tanpa kesiapan tenaga kerja hijau, transisi energi hanya akan menjadi wacana belaka. Banyak negara di Asia Tenggara seperti Vietnam dan Filipina telah mulai mengintegrasikan tenaga kerja hijau dalam strategi industrinya, sementara di Indonesia, langkah tersebut masih berjalan lambat.
 

4. Ketersediaan LPG dan BBM yang Berkualitas: Energi untuk Semua

Kelangkaan LPG dan isu kualitas BBM yang masih belum optimal juga menjadi perhatian utama dalam rekomendasi ini. YeC menyoroti perlunya distribusi LPG yang lebih merata ke daerah terpencil serta percepatan implementasi BBM ramah lingkungan dengan standar Euro 5 atau Euro 6.
 

5. Banjir dan Krisis Iklim: Perlu Mitigasi Jangka Panjang

YeC menekankan bahwa mitigasi banjir tidak bisa hanya mengandalkan proyek drainase, tetapi harus mencakup upaya rehabilitasi lingkungan dan penguatan resiliensi ekosistem.

Salah satu penyebab utama banjir adalah deforestasi dan alih fungsi lahan yang tidak terkendali. Pemerintah diharapkan lebih tegas dalam menjaga kawasan hutan lindung dan daerah resapan air, serta meningkatkan investasi dalam restorasi ekosistem sungai dan hutan bakau.

"Kami akan terus mendesak pemerintah agar rekomendasi ini tidak hanya menjadi wacana, tetapi benar-benar diimplementasikan. Anak muda harus berperan aktif dalam menentukan masa depan energi dan lingkungan Indonesia," kata Fadli Rahman.

YeC berharap MPR dan pemerintah segera menindaklanjuti rekomendasi yang diajukan ini. Agar kebijakan energi dan lingkungan di Indonesia semakin berkelanjutan dan inklusif.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Wandi Yusuf)