Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna. Foto: Metrotvnews.com/Candra Yuri Nuralam.
Candra Yuri Nuralam • 17 October 2025 17:09
Jakarta: Kejaksaan Agung (Kejagung) tak mempermasalahkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penangkapan jaksa tanpa izin dari Jaksa Agung diperbolehkan. Jaksa disebut tak akan kena tangkap penegak hukum, jika tidak melakukan pelanggaran pidana.
“Tidak mempermasalahkan. Cuma kalau ibaratnya ketika dia melaksanakan tugasnya sebagai jaksa ya, harus izinkan. Karena kan itu melakukan tugasnya, ya sudah sesuai dengan mekanisme. Tapi kalau dia berbuat pidana kan, dia enggak bisa juga (dibela),” kata Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat, 17 Oktober 2025.
Anang mengatakan
putusan MK itu berlaku untuk operasi tangkap tangan (OTT). Jika jaksa kedapatan melanggar hukum, aparat bisa langsung membawa tanpa harus meminta izin resmi Jaksa Agung.
“MK itu kan kegiatan tanpa izin kegiatan. Kegiatan OTT ya,” ujar Anang.
Kejagung mendorong seluruh jaksa untuk bekerja secara profesional. Sebab, kini MK sudah memutuskan bisa langsung melakukan pengangkutan kepada penuntut umum yang bandel.
“Kita sih memang mendorong jaksa untuk makin bekerja profesional, berintegritas, enggak ada masalah,” ucap Anang.
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Dok. Metrotvnews.com
Menurut Anang, putusan MK menegaskan bahwa jaksa tidak kebal hukum di Indonesia. “Jaksa enggak kebal hukum juga kok. Malah ini bagus lah buat kita semua untuk semakin waspada dan berintegritas, bekerja profesional,” ucap Anang.
Sebelumnya, MK mengabulkan permohonan uji materi Undang-Undang Kejaksaan Nomor 11 Tahun 2021 dan mengizinkan penangkapan jaksa tanpa izin dari Jaksa Agung. MK berpandangan bahwa pengabulan ini bisa memberikan persamaan di hadapan hukum.
"Bahwa MK pernah berpendirian berkaitan dengan perlindungan hukum bagi aparat penegak hukum. Seharusnya diperlakukan sama di antara aparat penegak hukum guna menciptakan prinsip persamaan di hadapan hukum, termasuk dalam hal ini aparat penegak hukum jaksa," kata Hakim Konstitusi Arsul Sani saat menguji perkara nomor 15/PUU-XXIII/2025 di ruang sidang pleno MK, Jakarta Pusat, Kamis, 16 Oktober 2025.
Dalam perspektif equality before the law atau persamaan di hadapan hukum, lanjut dia, tidak ada perbedaan antara warga negara yang menjadi subyek hukum dengan aparat penegak hukum. Warga negara dan aparat yang menjalankan tugas berkaitan dengan kekuasaan kehakiman harus diperlakukan sama, jika diduga melakukan tindak pidana.