Ilustrasi. Medcom.id
Media Indonesia • 29 June 2024 21:43
Jakarta: Obsesi untuk melakukan sentralisasi data menjadi bumerang bagi pemerintah. Peretasan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) dinilai akibat kegagalan pengambil kebijakan menyusun langkah dan aturan secara menyeluruh.
Upaya untuk memusatkan data di satu titik tak diikuti kesiapan sumber daya manusia dan infrastruktur yang memadai. Sehingga, peretasan yang kerap terjadi dan menyasar institusi pemerintahan bukan sesuatu yang mengagetkan.
"Sekarang semua disentralisasi, tapi tidak memilik kemampuan mumpuni, akibatnya seperti sekarang ini. Pelayanan publik tidak terlalu baik, biaya tinggi, tidak bisa beradaptasi dengan cepat, dan belum tentu menjamin keamanan data yang lebih baik, malah lebih banyak bolongnya dibandingkan dengan ditempatkan pada cloud yang terdesentralisasi," ujar Direktur Eksekutif Departemen Ekonomi Center for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Yose Rizal Damuri saat dihubungi, Sabtu, 29 Juni 2024.
Pemerintah, lanjut dia, tak memikirkan skenario terburuk dari pemusatan data tersebut. Padahal, kemajuan teknologi lebih memungkinkan untuk memisahkan data dan mengintegrasikan melalui blockchain dan komputasi awan (cloud).
Hal itu dinilai jauh lebih aman ketimbang memaksakan semua data berada di satu ruangan. Alih-alih terjamin keamanan datanya, justru menjadi lebih rentan diserang dan merepotkan untuk pemulihannya.
"Desentralisasi data itu kita akan punya back up di banyak tempat. Tidak seperti sekarang ini yang back up nya tidak ada ternyata. Selain itu, desentralisasi data itu menjadi lebih efisien. Karena tidak perlu ditempatkan di satu keranjang yang besar," terang Yose.
Baca Juga:
Negara Lain juga Diserang Ransomware, Namun Tak Separah Indonesia |