Risiko Gagal Bayar Menghantui Jika Pencairan Dana di Pinjol hingga Rp10 Miliar

Ilustrasi. Foto: Medcom.id

Risiko Gagal Bayar Menghantui Jika Pencairan Dana di Pinjol hingga Rp10 Miliar

Media Indonesia • 19 July 2024 17:08

Jakarta: Kepala Ekonom BCA David Sumual mewanti-wanti adanya risiko gagal bayar dengan jumlah besar akibat bunga atau denda yang tinggi.

Hal itu menanggapi rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang bakal menaikkan pencairan dana layanan peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) hingga Rp10 miliar.


Transaksi P2P lending berbeda dengan bank. Jika pengembalian pinjaman di pinjol macet, maka yang menanggung adalah peminjam atau borrower.

Kredit yang diberikan ke debitur merupakan dana yang diakui sebagai aset bank. Bank akan merugi bila ada pengembalian pinjaman yang macet.

"Betul, ada risiko gagal bayar dari peminjam individu. Biasanya proses kredit di nonbank, seperti pengaturan bunga tidak terlalu rigid," ujar dia dilansir Media Indonesia, Jumat, 19 Juli 2024.

 
Baca juga: 

OJK Godok Aturan Masyarakat Bisa Pinjam hingga Rp10 Miliar di Pinjol

OJK belum mengatur manajemen risiko untuk layanan P2P lending

Dibandingkan dengan Bank, David menuturkan OJK belum mengatur manajemen risiko untuk layanan P2P lending atau pinjol secara komprehensif.

Padahal, ada risiko yang tinggi dalam platform pinjaman tersebut seperti risiko bunga tinggi, akses informasi pribadi, penipuan atau fraud dan lainnya.

"Perlu standarisasi dalam proses pemberian kredit, utamanya soal penerapan manajemen risiko. Mungkin manajemen risiko kredit (dari P2P lending) bisa disamakan saja dengan bank," ungkap dia.

Dia mengusulkan agar ada jaminan atau agunan dalam memberikan pinjaman secara langsung kepada debitur dalam layanan P2P lending. Hal ini untuk melindungi lender atau pihak peminjam dari risiko gagal bayar dari konsumen.

Ia juga berpendapat pendanaan yang besar di P2P lending memang dibutuhkan untuk pengusaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Kendati demikian, agar layanan tersebut berjalan lancar, maka diperlukan proses analisis kredit perlu yang transparan dan menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG) untuk menekan risiko gagal bayar.

"Kalau untuk UMKM, bukan ritel individu, pinjaman yang besar itu tidak masalah untuk kebutuhan usaha. Asal ada proses analisis kredit yang transparan dan menerapkan GCG yang baik agar kemungkinan macet bisa diperkecil," kata dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Annisa Ayu)