Presiden Joko Widodo. Biro Pers Sekretariat Presiden
Indriyani Astuti • 9 November 2023 13:10
Jakarta: Presiden Joko Widodo (Jokowi) ogah mengomentari putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). MKMK menjatuhkan sanksi pemberhentian Anwar Usman dari jabatan Ketua MK.
"Itu wilayah yudikatif. Saya tidak ingin komentar banyak, sekali lagi karena itu kewenangan di wilayah yudikatif," ujar Presiden Jokowi dalam sela-sela kunjungan kerja di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Kamis, 9 November 2023.
Hal senada disampaikan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko. Dia menyampaikan Istana tidak punya pandangan khusus soal masalah putusan MKMK.
"Karena ini proses yudisial dalam sebuah institusi bukan di kabinet, jadi saya tidak masuk dalam area itu," ujar Moeldoko.
MKMK memutuskan Anwar telah melakukan pelanggaran etik berat terkait putusan MK Nomor 90 Tahun 2023 mengenai batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden. Putusan itu menyatakan warga negara Indonesia yang belum berusia 40 tahun bisa dicalonkan sebagai presiden atau wakil presiden asalkan pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah.
Akibat putusan MK tersebut, putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, dapat diusulkan menjadi cawapres meskipun usianya belum genap 40 tahun.
Dalam pertimbangannya, MKMK menyampaikan Anwar melakukan pelanggaran sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan, dan Kesopanan. Alhasil, MKMK memberhentikan Hakim Konstitusi Anwar Usman dari jabatan Ketua MK.
Putusan itu dibacakan Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie dengan didampingi Anggota MKMK Wahiduddin Adams dan Bintan R. Saragih. Kemudian, Anwar tidak berhak mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya berakhir.
Anwar juga tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota yang memiliki potensi konflik kepentingan.