Harga Bahan Makanan di Indonesia Diprediksi Naik Hingga 59% Imbas Perubahan Iklim

Ilustrasi pasar. Foto: MI/Ramdani

Harga Bahan Makanan di Indonesia Diprediksi Naik Hingga 59% Imbas Perubahan Iklim

Annisa ayu artanti • 14 December 2024 12:48

Jakarta: Laporan terkini dari Oxford Economics memprediksi bahwa kondisi cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi, ditambah dengan biaya transisi energi, mengerek harga pangan di kawasan Asia Tenggara hingga 30-59 persen. 

Sebagai negara yang sangat bergantung pada bahan bakar fosil dan rentan terhadap fluktuasi harga pangan global, Indonesia diprediksi akan mengalami dampak paling signifikan akibat kenaikan harga tersebut.

Dalam makalah yang berjudul "Perubahan Iklim dan Harga Pangan di Asia Tenggara-2024” diterbitkan atas kerja sama antara Oxford Economics dengan Food Industry Asia (FIA) dan ASEAN Food and Beverage Alliance (AFBA) menyatakan, saat ini di seluruh kawasan Asia Tenggara mengalami kenaikan suhu rata-rata tiga derajat Celsius dibandingkan masa sebelum revolusi industri. 

Akibatnya, cuaca ekstrem menjadi semakin sering terjadi dan berdampak sangat buruk pada hasil pertanian.
 

Baca juga: 

Jelang Nataru, Harga Pangan dan Kebutuhan Pokok Terpantau Naik



Ilustrasi perubahan iklim. Foto: Freepik.

Sementara itu, pemerintah dan sektor swasta berupaya keras untuk mencapai target nol emisi pada tahun 2050, biaya energi, tenaga kerja, dan komponen produksi lainnya di sektor manufaktur dan distribusi mengalami peningkatan yang signifikan. 

Peningkatan biaya yang diperkirakan mencapai 59 persen di Indonesia yang akan dibebankan pada konsumen dapat berimbas langsung pada keluarga berpenghasilan rendah yang pada umumnya membelanjakan 10 persen atau lebih dari pendapatan mereka untuk kebutuhan pangan di banding untuk kebutuhan rumah tanggal lainnya.

Berdasarkan model Oxford Economics, setiap peningkatan suhu rata-rata sebesar 1 persen akan mendorong kenaikan harga produksi pangan sebesar 1-2 persen di negara-negara ASEAN seperti Indonesia, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Filipina. 

Meski demikian, di antara negara-negara tersebut, Filipina tergolong paling rentan terhadap perubahan suhu, akibat seringnya mengalami cuaca ekstrem dan kapasitas produksinya yang belum optimal dalam menghadapi perubahan iklim. 

Penasihat Senior AFBA, S Yogendran mengatakan ada kebutuhan mendesak bagi pemerintah dan para pemimpin industri untuk bersinergi dan mengatasi tantangan dalam menavigasi transisi energi di Asia Tenggara, sekaligus mengurangi dampak kenaikan biaya pangan.

"Keluarga-keluarga di seluruh Asia Tenggara sudah merasakan dampak dari kenaikan harga bahan
pangan. Tanpa adanya koordinasi antara pemerintah dan industri, upaya mencapai target emisi nol
bersih berpotensi untuk membuat nutrisi dasar menjadi tidak terjangkau bagi masyarakat,” kata Yogendran dalam keterangan tertulis, Sabtu, 14 Desember 2024. 

Menurutnya, mengoptimalkan potensi Penanaman Modal Asing Langsung ke negara-negara ASEAN untuk mengembangkan sistem produksi pangan yang lebih berkelanjutan sangat besar.

"Oleh karena itu, semua pemerintah perlu memberikan dukungan, baik berupa keahlian maupun investasi, kepada para pengambil kebijakan di ASEAN untuk mencari solusi," ujar dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Annisa Ayu)