Ilustrasi Jakarta. Medcom.id
Akmal Fauzi • 5 March 2024 21:43
Jakarta: Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) didorong melibatkan daerah penyangga untuk sinkronisasi program strategis kawasan. Keberadaan Dewan Kawasan Aglomerasi yang nantinya dipimpin Wakil Presiden tidak cukup kuat mengatasi persoalan, seperti banjir dan kemacetan.
Salah satu hal yang diatur RUU DKJ ialah mengenai kawasan aglomerasi yang meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabekpunjur). Kawasan aglomerasi dibentuk untuk menyinkronkan pembangunan Jakarta dengan wilayah sekitarnya, dan mengoordinasikan penataan ruang kawasan strategis nasional di wilayah itu.
Pengamat tata kota, Nirwono Joga, mengatakan Dewan Aglomerasi tidak akan ada bedanya dengan Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabekjur yang diketuai bergantian antara Gubernur Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Masing-masing daerah, kata Nirwono, memiliki cara pandang dan kepentingan berbeda-beda dalam mengatasi persoalan.
"Pengalaman BKSP penyebab utamamya adalah kepala daerah berbda partai politik. Sering kali program dilakukan karana beda kepentingan," kata Nirwono Joga saat dihubungi, Selasa, 5 Maret 2024.
Dia mencontohkan dalam program pengendalian banjir, Jakarta meminta kawasan Puncak dan Cianjur masuk dalam kawasan konservasi air dan tanah agar pengendalian banjir diseleaikan dari hulu ke hilir. Faktanya, kata Nirwono, izin vila dan hotel masih banyak diberikan di kawasan Puncak dan Cianjur.
"Ujungnya mereka berpandangan ini untuk kepentingan PAD (pendapatan asli daerah). Beda cara pandang, beda kepentingan. Penyelarasan tata ruang Jakarta dengan daerah penyangga itu selalu mentok," kata dia.
Dari berbagai persoalan itu, Nirwono tidak yakin Dewan Aglomerasi yang akan dibentuk bisa menyelaraskan berbagai program kawasan. "Kalau Wapres bilang harus seperti ini, lalu tidak dijalankan, apa ada sanksi? Itu masih jadi persoalan," kata Nirwono.
Baca Juga:
DPR-Pemerintah Segera Bahas RUU DKJ |