Ketua KPK: Pemeriksaan Ridwan Kamil Bentuk Tanggung Jawab

Jakarta: Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto memastikan mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bakal diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan rasuah pengadaan iklan di PT Bank BJB. Sebab, rumah dia sudah digeledah oleh penyidik, beberapa waktu lalu.

“Pastinya akan dilakukan karena konteksnya sudah dilakukan penggeledahan maka harus dipertanggungjawabkan dengan klarifikasi,” kata Setyo di Jakarta, Jumat, 25 April 2025.

Setyo belum bisa memastikan waktu pemanggilan Ridwan Kamil. Pimpinan KPK menyerahkan semua pertimbangan penyelesaian perkara kepada penyidik, karena mereka yang mengetahui strateginya.

“Karena kan dari suatu perkara itu pasti ada yang diprioritaskan, mana kemudian ini bisa dikesampingkan, itu pertimbangan penyidik,” ujar Setyo.

Motor Royal Enfield Ridwan Kamil sudah dibawa ke Jakarta pada Kamis, 24 April 2025. KPK akan mempublikasikan kendaraan itu hari ini.
 

Baca: Motor Royal Enfield Ridwan Kamil Diangkut ke Jakarta buat Diperlihatkan ke Publik Besok

KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, yakni, Eks Dirut BJB Yuddy Renaldi, Divisi Corsec BJB Widi Hartono, Pengendali Agensi Antedja Muliatana dan Cakrawala Kreasi Mandiri Ikin Asikin Dulmanan, Pengendali Agensi BSC Advertising dan WSBE Suhendrik, dan Pengendali Agensi CKMB dan CKSB Sophan Jaya Kusuma.

KPK sudah menggeledah sejumlah lokasi terkait kasus ini. Salah satunya yakni rumah mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

KPK menyita sejumlah dokumen terkait kasus ini dari rumah Ridwan Kamil. Selain itu, penyidik juga menggeledah Kantor BJB di Bandung.

Kasus ini membuat negara merugi Rp222 miliar. Tindakan rasuah ini berlangsung pada 2021 sampai 2023. BJB sejatinya menyiapkan dana Rp409 miliar untuk penayangan iklan di media TV, cetak, dan online.

Ada enam perusahaan yang diguyur uang dari pengadaan iklan ini. Rinciannya yakni, PT CKMB sebesar Rp41 miliar, PT CKSB Rp105 miliar, PT AM Rp99 miliar, PT CKM Rp81 miliar, PT BSCA Rp33 miliar, dan PT WSBE Rp49 miliar.

KPK menyebut penunjukan agensi tidak dilakukan berdasarkan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku. Lembaga Antirasuah mengendus adanya selisih pembayaran yang membuat negara merugi lebih dari dua ratus miliar rupiah.