Jejak Si Singa Karawang-Bekasi, KH Noer Ali dari Pesantren ke Medan Laga

Potret KH Noer Ali. Istimewa

Jejak Si Singa Karawang-Bekasi, KH Noer Ali dari Pesantren ke Medan Laga

Antonio • 29 October 2025 07:45

Bekasi: Di sebuah rumah panggung sederhana di tepian Sungai Ujung Malang, Kabupaten Bekasi, seorang anak petani lahir dan diberi nama Noer Alie. Kelak, dari kampung yang kini bernama Ujung Harapan ini, akan muncul seorang "Singa" yang menggetarkan penjajah.

Sejak kecil, Noer Alie kecil telah menunjukkan ketekunan luar biasa dalam menimba ilmu agama. Ia mengaji kepada guru-guru lokal seperti Guru Maksum dan Guru Mughni. Karakter kepemimpinannya sudah terpancar sejak dini.

“Dia selalu tampil di depan, jadi kepemimpinannya itu sudah kelihatan dari permainan-permainannya masa kecilnya itu,” ujar Sejarawan Bekasi, Ali Anwar, Selasa, 28 Oktober 2025.

Menjelang remaja, rasa haus ilmu mendorongnya merantau ke Batavia pada 1931. Di Cipinang Muara, Klender, ia mendalami kitab-kitab klasik Islam di bawah bimbingan Guru Ahmad Marzuki. Di sini pula, ia melatih kedisiplinan fisik dengan berburu bajing menggunakan senapan. Kebiasaan ini kelak menjadi bekal berharga di medan pertempuran.

 

Menimba Ilmu ke Tanah Suci

Tahun 1934 menjadi titik balik. Dengan semangat baja dan dana seadanya bahkan meminjam dari tuan tanah Wat Siong dan mencicilnya setelah panen, Noer Alie berangkat ke Mekah. Di Tanah Suci, ia tak hanya mendalami ilmu fiqih dan nahwu, tetapi juga mengasah logika melalui filsafat Yunani (mantiq) dan seni sastra (qawafi dan bad’i). Pondasi keilmuwan inilah yang membentuknya menjadi pemikir strategis nan logis.

Januari 1940, ia kembali ke kampung halaman dengan segudang ilmu. Langkah pertama yang dilakukannya adalah mendirikan madrasah. Di tengah tekanan kolonial Belanda dan pendudukan Jepang, madrasah ini menjadi benteng pertahanan moral dan nasionalisme. Dengan teguh, ia menolak bekerja sama dengan Jepang dan terus menyemai benih-benih kemerdekaan dalam hati santrinya.

Dari Guru menjadi Komandan

Saat Revolusi Nasional bergulir, peran KH Noer Alie melebar dari guru agama menjadi komandan lapangan. Bersama Abu Gozali, ia membentuk Laskar Hizbullah-Sabilillah Bekasi pada 1945 di Tambun. Laskar yang terdiri dari santri, jawara, dan pemuda lokal ini menjadi kekuatan tangguh nan ideologis.

Berdasarkan arsip dari Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dan dokumen Kementerian Pertahanan, Laskar Hizbullah Bekasi tercatat melakukan setidaknya 23 aksi gerilya antara tahun 1945-1949. Arsip operasi militer nomor 017/D/HL/1947 mencatat bagaimana pasukan di bawah komando KH Noer Alie berhasil meledakkan jembatan strategis di Kali Bekasi, menghambat pergerakan pasukan Belanda selama 3 hari. Dalam laporan intelijen Belanda yang disita, pasukan KH Noer Alie disebut sebagai 'extremist Islamic groups that are very dangerous'.

Momen heroik tercatat saat pasukan Sekutu dan Belanda menyerang wilayah Bekasi-Karawang. Di bawah komandonya, pasukan melakukan sabotase dengan meledakkan jembatan dan bahkan berani menyerang ventilasi tank Belanda menggunakan bambu runcing. Keberanian dan kecerdikannya ini membuatnya dijuluki "Singa Karawang-Bekasi".


Sejarawan Bekasi, Ali Anwar. Antonio/Metrotvnews.com

Pesantren Peninggalan: Dari Medan Perang ke Mercusuar Ilmu

Pesantren Attaqwa di Ujung Harapan yang didirikan KH Noer Alie masih berdiri kokoh hingga kini. Dari bangunan sederhana berukuran 6x8 meter pada 1940, kini pesantren ini telah berkembang menjadi lembaga pendidikan modern yang menampung 1.200 santri.

“Kakek selalu berkata, 'perang suatu saat akan berakhir, tapi perang melawan kebodohan tidak pernah usai',” kenang cucu KH Noer Alie, Ahmad Fauzi, yang kini mengelola pesantren.

Kompleks pesantren tetap mempertahankan rumah panggung asli tempat KH Noer Alie mendirikan madrasah pertamanya. Ruangan berukuran 4x5 meter itu dijadikan museum yang menyimpan koleksi pribadi sang ulama-pejuang, termasuk kitab kuning bertuliskan catatan tangan Arab-Melayu, senapan buru, dan bambu runcing yang pernah digunakan melawan penjajah.

Pascakemerdekaan, KH Noer Alie tetap aktif mengabdi. Ia duduk sebagai anggota Dewan Konstituante dan memimpin Masyumi cabang Jatinegara. Atas jasa-jasanya, pemerintah menganugerahi gelar Pahlawan Nasional melalui Keppres No. 085/TK/2006 pada 3 November 2006.

KH Noer Alie wafat pada 29 Januari 1992 dan dimakamkan di tanah kelahirannya, Ujung Harapan. Namun, namanya tetap hidup. Ia adalah simbol sempurna dari perpaduan iman, ilmu, dan nyali. Kisahnya mengajarkan bahwa mendalami ilmu adalah persiapan untuk mengabdi kepada bangsa.

Melalui jejaknya, kita diingatkan bahwa perjuangan kemerdekaan tidak hanya terjadi di pusat-pusat ibu kota. Di Bekasi-Karawang, seorang ulama dengan bambu runcing dan strategi brilian telah membuktikan, kemerdekaan direbut oleh banyak tangan, termasuk tangan seorang santri Betawi yang tak kenal takut.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Whisnu M)