Gedung Putih. Foto: Dok iStock
Washington: Penutupan pemerintah federal Amerika Serikat (AS) atau government shutdown berpotensi merugikan perekonomian negara hingga miliaran dolar setiap minggunya. Analis dan pejabat pemerintah memperingatkan bahwa kegagalan mencapai kesepakatan anggaran ini dapat menekan Produk Domestik Bruto (PDB) secara signifikan.
Laporan dari firma analisis EY Parthenon memperkirakan setiap minggu penutupan akan mengurangi pertumbuhan PDB AS sebesar 0,1 poin persentase. Angka tersebut setara dengan kerugian ekonomi mencapai USD7 miliar atau sekitar Rp113 triliun per minggu.
Estimasi kerugian lebih besar
Bahkan, sebuah memo dari Dewan Penasihat Ekonomi (CEA) Gedung Putih mengindikasikan dampak yang lebih besar. Memo tersebut memproyeksikan kerugian PDB bisa mencapai USD15 miliar atau Rp243 triliun setiap minggu jika penutupan terus berlanjut.
Menurut memo itu, penutupan selama sebulan penuh dapat menyebabkan tambahan 43 ribu pekerja menjadi pengangguran. Selain itu, belanja konsumen di AS juga diperkirakan akan berkurang sebesar USD30 miliar.
(Ilustrasi. Foto: Freepik)
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, turut menyuarakan keprihatinannya mengenai dampak negatif dari situasi ini. Ia menyatakan bahwa penutupan pemerintahan bukanlah cara yang tepat untuk menyelesaikan persoalan.
“Kita bisa melihat dampak negatif pada PDB, pertumbuhan, dan pekerja Amerika,” kata Bessent kepada
CNBC.
Dampak jangka panjang
Para analis juga memperingatkan adanya dampak jangka panjang di luar kerugian makroekonomi langsung. Penutupan ini akan membebani pasar keuangan dan menggerus kepercayaan sektor swasta terhadap stabilitas ekonomi.
Sebelumnya,
government shutdown AS terakhir terjadi pada Desember 2018 hingga Januari 2019 yang berlangsung selama 35 hari diperkirakan merugikan ekonomi AS setidaknya USD11 miliar. Menurut Kantor Anggaran Kongres, kerugian tersebut mencakup kerugian permanen sebesar USD3 miliar. (
Daffa Yazid Fadhlan)