Ilustrasi. Medcom.id
Media Indonesia • 10 March 2024 00:07
Jakarta: Pemungutan suara ulang (PSU) Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia, dinilai tak hanya menandakan buruknya penyelenggaraan pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Migrant Care mencatat pemilu ulang itu memboroskan anggaran negara sampai Rp15 miliar lebih.
Koordinator Staf Pengelolaan Data dan Publikasi Migran Care Trisna Dwi Yuni Aresta menjelaskan angka Rp15 miliar tersebut berasal dari anggaran yang digunakan untuk pengiriman logsitik surat suara via metode pos.
"Kami meminta data kepada KPU mengenai besaran anggaran pengiriman metode pos, ada sekitar Rp15,6 miliar anggaran dalam pengiriman surat suara pada metode pos yang digunakan. Namun berujung pada PSU dikarenakan pelanggaran yang dilakukan oleh negara," ujar Trisna, Jakarta, Sabtu, 9 Maret 2024.
Metode pos merupakan satu dari tiga metode pemungutan suara yang sebelumnya digunakan KPU pada Pemilu 2024 di Malaysia, termasuk Kuala Lumpur, di samping kotak suara keliling (KSK) dan pencoblosan di tempat pemungutan suara (TPS). Namun, PSU yang digelar pada Minggu, 10 Maret 2024, KPU menghapus metode pos dan hanya menggunakan KSK maupun TPS.
Pada pemungutan suara Februari 2024, KPU mencatat warga negara Indonesia (WNI) di Kuala Lumpur yang menggunakan metode pos untuk mencoblos sebesar 156.367 orang. Dari angka itu, hanya 23.360 orang yang menggunakan hak pilihnya via pos.
Total daftar pemilih tetap di Kuala Lumpur sebanyak 447.258 pemilih. Atas rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), PSU di Kuala Lumpur harus diulang dari pemutakhiran data pemilih KPU.
Berdasarkan data pemilih yang menggunakan hak pilihnya, baik yang tercatat dalam DPT, pemilih tambahan, dan pemilih khusus, KPU menetapkan DPT PSU di Kuala Lumpur sebanyak 62.217 pemilih. Migrant Care mempertanyakan turun drastisnya jumlah DPT di Kuala Lumpur.
Baca Juga:
KPU Tetapkan Pemungutan Suara Ulang di Kuala Lumpur pada 10 Maret |