Subsidi Silang, Pengelolaan Dana untuk Kakao dan Kelapa Digabung ke BPDPKS

Ilustrasi. Foto: MI/Gino Hadi.

Subsidi Silang, Pengelolaan Dana untuk Kakao dan Kelapa Digabung ke BPDPKS

Fetry Wuryasti • 10 July 2024 16:13

Jakarta: Pemerintah memutuskan untuk menambah divisi pengelolaan dana kakao dan kelapa di dalam Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), dan tidak jadi membentuknya menjadi badan khusus tersendiri.

Hal ini disampaikan oleh Menteri Perdagangan RI Zulkifli Hasan, usai rapat di istana kepresidenan mengenai usulan pembentukan badan pengelola dana untuk kakao dan kelapa.

"Tadi kita rapat mengenai kakao dan kelapa. Diusulkan untuk membuat badan. Tapi tadi sudah diputuskan badannya digabung dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), digabung ke situ," kata Zulhas di Jakarta, Rabu, 10 Juli 2024.

Penambahan satu divisi di BPDPKS yaitu kakao dan kelapa bertujuan untuk subsidi silang dalam pengembangan bibit dan risetnya. "Jadi tidak perlu ada badan baru. Tapi badan yang digabungkan ke BPDPKS. Jadi sawit, kelapa, dan kakao kan mirip-mirip saja," kata Zulhas.

Alasannya bila dibangun badan baru untuk pengelolaan dana kelapa dan kakao saja, maka iurannya akan membebani petani dan eksportir kelapa dan kakao di saat produksinya sedang turun.

"Itu petani rakyat dan sekarang lagi sunset turun produksinya. Jadi kalau badan sendiri dan dipunguti lagi 'kan tidak mungkin. Berat 'kan. Kalau di BPDPKS, dananya ada Rp 50 triliun lebih. Jadi subsidi silang untuk pembibitan, riset dan segala macam mengenai kelapa dan dan kakao ini nanti digabungkan ke BPDPKS," kata ZulHas.

Dengan demikian juga, tidak akan ada pungutan baru bagi eksportir kakao dan kelapa. "Jadi sudah ada tuh kakao apa namanya, pokoknya tidak ditambah lagi. Ada pungutan apa namanya saya lupa tadi, tapi tidak ditambah lagi. Tidak ada pungutan lagi," kata Zulhas.
 

Harga referensi CPO


Merujuk pada situs Kementerian Perdagangan, Harga Referensi (HR) komoditas minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) untuk penetapan Bea Keluar (BK) dan tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BLU BPDP-KS), atau biasa dikenal sebagai Pungutan Ekspor (PE), untuk periode Juli 2024 adalah sebesar USD800,75/MT. Nilai ini meningkat sebesar USD21,93 atau 2,82 persen dari periode Juni 2024 yang tercatat sebesar USD778,82/MT.

"Saat ini, Harga Referensi CPO meningkat yang menjauhi ambang batas sebesar USD 680/MT. Untuk itu, merujuk pada PMK yang berlaku saat ini, pemerintah mengenakan BK CPO sebesar USD33/MT dan Pungutan Ekspor CPO sebesar USD85/MT untuk periode Juli 2024," kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Budi Santoso.

Penetapan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 803 Tahun 2024 tentang Harga Referensi Crude Palm Oil yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Layanan BLU BPD-PKS Periode Juli 2024.

Penetapan HR CPO bersumber dari rata-rata harga selama periode 25 Mei-24 Juni 2024 pada Bursa CPO di Indonesia sebesar USD761,56/MT, Bursa CPO di Malaysia sebesar USD839,93/MT, dan Pasar Lelang CPO Rotterdam sebesar USD957,77/MT.

Berdasarkan Permendag Nomor 46 Tahun 2022, bila terdapat perbedaan harga rata-rata pada tiga sumber harga sebesar lebih dari USD40, maka perhitungan HR CPO menggunakan rata-rata dari dua sumber harga yang menjadi median dan sumber harga terdekat dari median.

Berdasarkan ketentuan tersebut, HR bersumber dari Bursa CPO di Malaysia dan Bursa CPO di Indonesia. Sesuai dengan perhitungan tersebut ditetapkan HR CPO sebesar USD800,75/MT.
 
Baca juga: Pemerintah Dinilai Gagal Bangun Tata Kelola Produksi Industri Minyak Kelapa Sawit
 

Gegara kenaikan harga minyak dunia


Adapun BK CPO periode 1 Juli 2024-31 Juli 2024 merujuk pada Kolom Angka 4 Lampiran Huruf C Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38 Tahun 2024 sebesar USD 33/MT. Sementara itu, Pungutan Ekspor CPO periode Juli 2024 merujuk pada Lampiran Huruf C Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.05/2022 jo. 154/PMK.05/2022 sebesar USD 85/MT.

Peningkatan HR CPO ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan harga minyak kedelai dan harga minyak mentah dunia, serta peningkatan permintaan terutama dari India dan Tiongkok yang tidak diimbangi dengan peningkatan produksi.

Sementara itu, HR biji kakao periode Juli 2024 ditetapkan sebesar USD9.486,86/MT, meningkat sebesar USD1.230,36 atau 14,9 persen dari Juni 2024.

Hal ini berdampak pada peningkatan Harga Patokan Ekspor (HPE) biji kakao pada Juli 2024 menjadi USD9.022/MT, naik USD1.197 atau 15,29 persen dari periode sebelumnya.

Peningkatan harga ini tidak berdampak pada BK biji kakao yang tetap sebesar 15 persen sesuai Kolom 4 Lampiran Huruf B pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38 Tahun 2024.

Peningkatan Harga Referensi dan HPE biji kakao, antara lain, dipengaruhi oleh adanya peningkatan permintaan yang tidak diimbangi dengan peningkatan produksi, terutama produksi di negara-negara produsen di wilayah Afrika seperti Pantai Gading dan Ghana.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)