Menteri Lingkungan Hidup Taiwan Peng Chi-ming. (Dok. Istimewa)
Willy Haryono • 9 November 2025 15:34
Taipei: Perubahan iklim dengan cepat mengubah struktur ekonomi global dan memengaruhi stabilitas sosial di seluruh dunia. Taiwan tidak luput dari dampaknya.
Pada musim panas 2025, wilayah selatan dan timur Taiwan dilanda topan dan hujan deras yang memicu banjir besar, sebuah pengingat bahwa krisis iklim nyata dan semakin ekstrem.
"Sebagai anggota komunitas global yang bertanggung jawab, Taiwan terus berupaya menahan kenaikan suhu bumi hingga 1,5°C di atas tingkat praindustri," tulis Menteri Lingkungan Hidup Taiwan Peng Chi-ming, dalam siaran pers yang diterima Metrotvnews.com, Minggu, 9 November 2025.
"Pada 2025, pemerintah Taiwan menyampaikan Nationally Determined Contribution (NDC) 2035 yang transparan, dengan target jelas menuju ekonomi rendah karbon," sambungnya.
"Taiwan juga rutin menerbitkan laporan inventaris gas rumah kaca dan laporan transparansi dua tahunan sebagai wujud komitmen terhadap aksi iklim dunia," tutur Peng.
Sejak menjabat pada 2024, Presiden Lai Ching-te meluncurkan National Project of Hope, visi pembangunan hijau menuju netral karbon 2050. Pemerintah menetapkan lima strategi utama: pengembangan energi hijau cerdas, transformasi industri digital dan hijau, gaya hidup berkelanjutan, penguatan tata kelola, serta memastikan transisi yang adil bagi semua pihak.
Target jangka menengah juga ditetapkan sebagai panduan menuju emisi nol bersih pada 2050. Taiwan kini melaksanakan Climate Change Response Act yang secara hukum menetapkan target net-zero dan memperkuat tata kelola berbasis aksi. Pemerintah menargetkan pengurangan emisi sebesar 28 persen pada 2030, meningkat hingga 38 persen pada 2035 dibandingkan tahun dasar 2005.
Untuk mencapai hal tersebut, berdasarkan siaran pers yang diterima Metrotvnews.com, Minggu, 9 November 2025, Taiwan resmi meluncurkan Comprehensive Carbon Reduction Action Plan, yang mencakup percepatan energi terbarukan, efisiensi energi, elektrifikasi kendaraan, bahan bakar rendah karbon, hingga gaya hidup net-zero. Enam inovasi kelembagaan turut diperkuat: inovasi teknologi, dukungan keuangan, harga karbon, adaptasi regulasi, tenaga kerja hijau, dan partisipasi publik.
Tahun ini, Taiwan mulai memberlakukan sistem biaya karbon dengan tarif awal sekitar US$10 per ton CO?e. Dana dari kebijakan ini akan digunakan untuk membantu sektor berisiko tinggi menekan emisi sekaligus mendukung keadilan sosial.
Selanjutnya, Taiwan akan memperkenalkan skema perdagangan emisi untuk membentuk sistem harga karbon ganda (dual-track carbon pricing) dan terhubung dengan pasar karbon internasional sesuai Pasal 6 Paris Agreement.
Dalam bidang adaptasi, Taiwan menerapkan Rencana Aksi Adaptasi Iklim Nasional yang diperbarui setiap empat tahun. Rencana ini mencakup tujuh sektor utama, mulai dari infrastruktur, tata guna lahan, energi, pertanian, hingga kesehatan masyarakat. Pemerintah juga membentuk Heat Adaptation Strategy Alliance untuk memperkuat kesiapsiagaan terhadap gelombang panas.
Menjelang KTT Iklim COP30 di Belém, Brasil, Taiwan berkomitmen mempercepat transisi menuju ekonomi hijau melalui kebijakan transparan dan berbasis sains. Meskipun bukan anggota UNFCCC, Taiwan tetap menyesuaikan diri dengan kerangka internasional dan menyerahkan NDC 3.0 yang sebanding dengan negara maju lain.
"Taiwan percaya bahwa mencapai net-zero adalah tanggung jawab bersama umat manusia. Dalam semangat Global Mutirão, kerja sama global untuk solidaritas dan aksi iklim, Taiwan menyerukan dukungan dunia agar dapat berpartisipasi dalam COP30 dan bersama mewujudkan dunia bebas emisi," pungkas Peng.
Baca juga: Komitmen Iklim Indonesia di COP30 Dapat Dukungan Internasional