Parade sound horeg di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Metrotvnews.com/Daviq Umar Al Faruq
Daviq Umar Al Faruq • 14 July 2025 16:19
Malang: Karnaval di kawasan Mulyorejo, Kecamatan Sukun, Kota Malang, Jawa Timur, berujung ricuh usai terjadi gesekan antara warga dan peserta karnaval, Minggu, 13 Juli 2025. Insiden ini sempat terekam dalam video dan tersebar viral di media sosial.
Dalam video yang diunggah oleh akun media sosial Instagram @malangraya_info, tampak sejumlah warga terlibat adu mulut dengan panitia acara. Diduga, kericuhan dipicu suara Sound Horeg atau sound system berukuran besar dan bertenaga tinggi, yang dinilai terlalu bising hingga mengganggu lingkungan sekitar.
Kasihumas Polresta Malang Kota, Ipda Yudi Rusdiyanto, mengatakan, insiden itu telah ditangani oleh Unit Reskrim Polsek Sukun. Saat ini, polisi tengah mengupayakan langkah mediasi antar kedua belah pihak yang berseteru.
"Hari ini kedua pihak dipertemukan di Kelurahan Mulyorejo oleh Unit Reskrim Polsek Sukun yang dimediatori oleh Lurah Mulyorejo," katanya saat dikonfirmasi, Senin 14 Juli 2025.
Yudi menegaskan, permasalahan ini akan diselesaikan terlebih dahulu lewat langkah mediasi antar warga dan panitia karnaval. Jika tidak ada titik temu, pihak kepolisian siap memproses kasus ini secara hukum.
"Iya langkah mediasi. Tapi kalo tidak ada titik temu ya Polsek Sukun siap untuk memproses hukum," tegasnya.
Mengetahui insiden kericuhan di Mulyorejo, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Malang pun menyatakan keprihatinannya. Ketua MUI Kota Malang, KH Isroqunnajah, menilai peristiwa kericuhan menjadi bukti nyata dampak mudarat dari Sound Horeg.
“Ini dampak mudaratnya besar (seperti yang terjadi di karnaval),” ujar Isroqunnajah, Senin 14 Juli 2025.
Menurutnya, dalam putusan MUI Jawa Timur sudah ditegaskan bahwa Sound Horeg yang menimbulkan kebisingan berlebihan, menggangu kesehatan, hingga merusak fasilitas umum dan pribadi hukumnya haram.
“Jelas (haram). Banyak kejadian, seperti yang di Kota Malang. Mereka kena dampak,” ungkapnya.
Gus Is, sapaan akrabnya, pun menyarankan masyarakat yang memiliki hobi Sound Horeg untuk menyalurkan kegemaran mereka dengan cara lain. Terutama pada hobi yang tidak merugikan orang lain.
“Ini kan penyaluran hobi ya. Artinya, masih bisa diwujudkan dalam bentuk yang lain,” ucapnya.
Sebelumnya, Lurah Mulyorejo, Siswanto Heru Suparnadi, membenarkan adanya insiden kericuhan di kawasannya saat karnaval pada Minggu siang, 13 Juli 2025. Ia mengaku, pawai festival budaya itu merupakan rangkaian dari kegiatan Bersih Desa 2025.
"Penangananya sudah selesai. Kalau penyelesaian secara damainya nanti setelah Bersih Desa. Pas wayangan nanti kita satukan, cari solusi lah yang terbaik," katanya, Senin 14 Juli 2025.
Ada dua agenda dalam kegiatan Bersih Desa 2025 di Mulyorejo. Pertama pawai festival budaya yang dilaksanakan di kawasan Jalan Raya Mulyorejo pada 13 Juli dan ditutup dengan pertunjukan ludruk Kartolo Cs dan wayang kulit pada Selasa malam, 15 Juli 2025 besok.
"Kalau penanganannya sudah selesai. Nanti pada waktu selesai bersih desa, mau dipertemukan antara Pak RT, Pak RW, sama Ketua Panitia, itu aja cukup," bebernya.
Siswanto mengaku tidak mengetahui secara pasti terkait penyebab terjadinya kericuhan tersebut. Namun ia mendengar bahwa kericuhan itu disebabkan oleh suara sound system saat pawai yang terlalu keras.
"Ya namanya sound kan begitu. Kemarin kan ya sudah diinformasikan, ya jangan sampai dibunyikan di depan rumahnya orang," imbuhnya.
Di tengah maraknya pro-kontra penggunaan Sound Horeg, MUI Jawa Timur resmi mengeluarkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penggunaan Sound Horeg. Fatwa ini diterbitkan sebagai respons atas maraknya praktik sound horeg yang belakangan memicu kontroversi hingga keluhan warga di sejumlah daerah.
Dalam pertimbangannya, MUI Jatim menegaskan bahwa kemajuan teknologi audio digital sejatinya hal yang positif selama digunakan untuk kepentingan yang bermanfaat dan sesuai syariah.
“Setiap individu memiliki hak berekspresi selama tidak mengganggu hak asasi orang lain,” bunyi salah satu poin dalam fatwa tersebut.
Namun demikian, penggunaan sound horeg yang melebihi ambang batas wajar, menimbulkan kebisingan ekstrem, hingga mengganggu kenyamanan, kesehatan, atau bahkan merusak fasilitas umum, dinyatakan haram.
Hal ini juga berlaku jika di dalam kegiatan sound horeg terdapat unsur kemaksiatan seperti joget campur laki-laki dan perempuan, membuka aurat, atau hal-hal lain yang bertentangan dengan syariat Islam.
Komisi Fatwa menegaskan sound horeg tetap diperbolehkan selama diatur dengan baik. Penggunaan diperbolehkan jika volumenya masih dalam batas wajar, tidak merugikan orang lain, serta digunakan dalam kegiatan yang positif seperti pengajian, shalawatan, atau hajatan pernikahan, tanpa unsur maksiat.
Fenomena battle sound atau adu suara yang kerap terjadi di lapangan juga menjadi sorotan. Dalam fatwa itu disebutkan kegiatan battle sound yang terbukti menimbulkan kebisingan ekstrem dianggap sebagai bentuk tabdzir (pemborosan) dan idha’atul mal (penyia-nyiaan harta), sehingga diharamkan secara mutlak. Selain itu, MUI Jatim juga menekankan adanya tanggung jawab ganti rugi jika penggunaan sound horeg terbukti merugikan orang lain.
“Penggunaan sound horeg dengan intensitas suara melebihi batas wajar yang mengakibatkan dampak kerugian terhadap pihak lain, wajib dilakukan penggantian,” tulis salah satu poin dalam fatwa tersebut.