Geledah HK Tower, Polri Bawa Sejumlah Dokumen

Kasubdit II Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Polri Kombes Bhakti Eri Nurmansyah. Foto: Metrotvnews.com/Siti Yona Hukmana.

Geledah HK Tower, Polri Bawa Sejumlah Dokumen

Siti Yona Hukmana • 20 February 2025 17:49

Jakarta: Polri selesai menggeledah Gedung Hutama Karya (HK) Tower di MT Haryono, Cawang, Jakarta Timur, terkait dugaan korupsi pekerjaan proyek pengembangan dan modernisasi Pabrik Gula (PG) Djatiroto PTPN XI terintegrasi Engineering, Procurement, Construction, and Commisioning (EPCC) Tahun 2016. Penyidik membawa sejumlah dokumen.

"Banyak, kita sudah dapatkan beberapa dokumen, barang bukti, file, data dan sebagainya yang terkaitkan dengan kasus itu," kata Kasubdit II Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Polri Kombes Bhakti Eri Nurmansyah di lokasi, Kamis, 20 Februari 2025.

Sejumlah barang bukti itu dimasukkan ke beberapa koper. Bhakti mengatakan barang bukti itu dibawa dari sejumlah ruangan yang digeledah.

Seperti ruangan direksi, ruangan komisaris, dan sebagainya-sebagainya. Penggeledahan untuk mencari bukti praktik rasuah proyek pengembangan dan modernisasi Pabrik Gula Djatiroto PTPN XI terintegrasi EPCC Tahun 2016.

"Untuk memperkuat alat bukti supaya proses penyidikan ini berjalan lancar dan dapat diselesaikan dengan baik," ujar Bhakti.
 

Baca juga: 

Polri Geledah Gedung HK Tower Terkait Kasus Korupsi PG Djatiroto PTPN XI


Sebelumnya, Waka Kortas Tipidkor Polri Brigjen Arief Adiharsa membenarkan penggeledahan ini. Ia menyebut penggeledahan dilakukan tadi pagi dari pukul 10.00 WIB.

"Iya betul, penggeledahan terkait pembangunan pabrik gula Djatiroto," kata Arief saat dikonfirmas, Kamis pagi.

Kortas Tipidkor tengah mengusut kasus dugaan korupsi pekerjaan proyek pengembangan dan modernisasi PG Djatiroto PTPN XI terintegrasi EPCC Tahun 2016. Proyek ini telah direncanakan Tahun 2014.

"Proyek ini sebagai tindak lanjut program strategis BUMN didanai oleh PMN (Penyertaan Modal Negara) yang dialokasikan pada APBN-P tahun 2015," kata Arief.

Arief menjelaskan nilai kontrak proyek pengadaan tersebut sebesar Rp871 miliar. Hasil penyelidikan, ditemukan adanya perbuatan melawan hukum pada proses perencanaan, pelelangan, pelaksanaan maupun pembayaran yang tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

"Sehingga, mengakibatkan proyek belum selesai dan diduga menimbulkan kerugian negara," ujar Arief.

Berikut beberapa fakta penyidikan yang ditemukan penyidik. Di antaranya anggaran untuk pembiayaan proyek EPCC PG Djatiroto Lumajang kurang dan tak tersedia sepenuhnya sesuai dengan nilai kontrak sampai kontrak ditandatangani.

Kemudian Direktur Utama PTPN XI inisial DP dan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI inisial AT jauh sebelum lelang dilaksanakan sudah berkomunikasi intens. Mereka menjalin kerja sama untuk meloloskan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam sebagai penyedia untuk proyek pekerjaan konstruksi terintegrasi EPCC pengembangan dan modernisasi PG Djatiroto Lumajang PTPN XI tahun 2016.

Arief mengungkapkan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI inisial AT meminta panitia membuka lelang. Sedangkan harga perkiraan sendiri (HPS) masih diriview oleh tim konsultan PMC. 

Namun, panitia lelang tetap melanjutkan lelang. Padahal prakualifikasi hanya 1 PT WIKA yang memenuhi syarat.

"Sedangkan perusahaan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam dan 9 perusahaan lainnya tidak lulus. Untuk perusahaan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam gagal karena dukungan bank belum merupakan komitmen pembiayaan proyek dan lokasi workshop di luar negeri," ungkap Arief.

Kemudian, isi dari kontrak perjanjian diubah dan tidak sesuai rencana kerja syarat-syarat (RKS) dengan menambahkan uang muka 20 persen dan menambahkan pembayaran letter of credit (LC) ke rekening luar negeri. Tahapan pembayaran procurement menguntungkan penyedia tanpa mengikuti proses good corporate governance (GCG).

Selain itu, Arief menyebut kontrak perjanjian ditanda tangani tidak sesuai dengan tanggal yang tertera dikontrak. Sebab, kontrak perjanjian masih dikaji atau dibahas oleh kedua belah pihak dari 23 Desember 2016 sampai Maret 2017.

"Proyek dikerjakan tanpa adanya studi kelayakan, jaminan uang muka, dan jaminan pelaksanaan expired dan tidak pernah diperpanjang. Metode pembayaran barang impor atau letter of credit tidak wajar," kata Arief.

Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan ini mengakibatkan proyek mangkrak hingga saat ini. Sedangkan, uang PTPN XI sudah keluar kepada kontraktor hampir 90 persen.

"Penyidik sudah mengirimkan surat ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk permintaan penghitungan kerugian negara dan hingga saat ini belum ada penetapan tersangka," ucap Arief.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggi Tondi)