Netanyahu Mengakui Gunakan Kelaparan sebagai Alat Menekan Hamas

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. (Anadolu Agency)

Netanyahu Mengakui Gunakan Kelaparan sebagai Alat Menekan Hamas

Willy Haryono • 3 March 2025 12:23

Tel Aviv: Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Minggu kemarin menolak melanjutkan negosiasi ke fase kedua kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran sandera di Gaza. Ia juga secara terbuka mengakui penggunaan kelaparan sebagai alat untuk menekan kelompok Hamas.

Langkah ini diambil setelah berakhirnya fase pertama gencatan senjata, yang diikuti dengan keputusan Israel untuk menghentikan masuknya bantuan kemanusiaan ke wilayah Gaza. Netanyahu menegaskan bahwa negaranya tidak akan memberikan konsesi lebih lanjut tanpa jaminan pembebasan sandera Israel yang masih ditahan oleh Hamas.

Netanyahu Tolak Lanjutkan Gencatan Senjata

Dalam pertemuan kabinet mingguan, Netanyahu menyampaikan bahwa dirinya telah mengadakan diskusi keamanan dengan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant, para pemimpin partai koalisi, serta tim negosiasi terkait masa depan kesepakatan gencatan senjata.

Setelah diskusi tersebut, Israel memutuskan untuk mengadopsi rencana yang diajukan oleh utusan Presiden AS Donald Trump, Steve Witkoff. Rencana tersebut mencakup gencatan senjata sementara selama bulan Ramadan dan perayaan Paskah Yahudi.

"Kami sepenuhnya berkoordinasi dengan Presiden Trump dan timnya," ujar Netanyahu dalam pertemuan tersebut, seperti dikutip dari Yeni Safak, Senin, 3 Maret 2025.

Menurut Netanyahu, Witkoff mengajukan proposal tersebut setelah menilai bahwa tidak ada prospek dalam waktu dekat untuk menjembatani perbedaan sikap antara Israel dan Hamas mengenai tahap kedua kesepakatan.

"Kami memerlukan lebih banyak waktu untuk mencapai kemungkinan kesepakatan," katanya, menggambarkan proposal itu sebagai "jalur negosiasi" untuk tahapan berikutnya.

Namun, sikap Netanyahu tidak didukung oleh seluruh anggota pemerintahannya. Menteri Dalam Negeri Israel Moshe Arbel menyatakan dukungannya terhadap tahap kedua pertukaran tahanan dan gencatan senjata.

"Tidak ada perintah yang lebih besar daripada membebaskan para tahanan," ujar Arbel dalam sebuah konferensi di Eilat, seperti dikutip oleh harian Yedioth Ahronoth.

Netanyahu Mengaku Gunakan Kelaparan sebagai Alat Tekanan

Dalam pernyataan yang mengejutkan, Netanyahu secara terbuka mengakui bahwa Israel menggunakan kelaparan sebagai alat untuk menekan Hamas agar menerima syarat yang diajukan.

"Saya ingin menegaskan satu hal, tidak ada makan gratis," katanya.

Ia menekankan bahwa Hamas tidak boleh menganggap gencatan senjata sebagai keuntungan sepihak tanpa adanya pembebasan sandera Israel.

Menurut data intelijen Israel yang disampaikan Netanyahu, Hamas saat ini menahan 59 sandera Israel, di mana 24 orang diyakini masih hidup dan setidaknya 35 telah tewas.

"Kami tidak akan meninggalkan satu pun dari mereka, dan kami bertekad membawa mereka kembali ke rumah," tegasnya.

Di bawah rencana yang diajukan Witkoff, setengah dari para sandera akan dibebaskan pada hari pertama kesepakatan. Jika perundingan berhasil, sisanya akan dilepaskan pada akhir proses.

"Jika dalam 42 hari negosiasi tidak membuahkan hasil, Israel berhak melanjutkan operasi militernya," klaim Netanyahu, merujuk pada surat kesepakatan tambahan dari pemerintahan AS sebelumnya yang kini didukung oleh administrasi Trump.

Namun, Netanyahu menuding Hamas menolak proposal tersebut. "Jika Hamas mengubah sikapnya, Israel akan segera memasuki negosiasi untuk melaksanakan rencana ini," ujarnya.

Sebaliknya, jika Hamas tetap bertahan pada pendiriannya dan menolak melepaskan sandera, Netanyahu mengancam akan mengambil tindakan tambahan, meski ia enggan merinci lebih lanjut.

Hamas Tolak Syarat Israel

Hamas menolak proposal yang diajukan Netanyahu dan bersikeras agar Israel terlebih dahulu memenuhi kewajiban dari tahap pertama gencatan senjata sebelum membahas kesepakatan baru.

Kelompok tersebut menuntut agar Israel segera menarik pasukannya dari Gaza dan menghentikan agresinya sebagai bagian dari kesepakatan yang telah disepakati sebelumnya.

Netanyahu sendiri telah berupaya memperpanjang tahap awal pertukaran tahanan guna membebaskan lebih banyak sandera Israel tanpa memberikan konsesi tambahan atau memenuhi kewajiban militer dan kemanusiaan dalam perjanjian tersebut.

Hamas menegaskan bahwa mereka tidak akan melanjutkan pembicaraan kecuali Israel menghormati kesepakatan awal.

Situasi Gaza Kian Memburuk

Gencatan senjata yang sempat menghentikan perang di Gaza kini berada di ambang kegagalan. Konflik yang telah berlangsung selama berbulan-bulan ini telah menewaskan lebih dari 48.380 orang, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, serta menghancurkan infrastruktur di wilayah tersebut.

Di tengah meningkatnya tekanan internasional, Israel juga menghadapi berbagai tuntutan hukum. Pada November lalu, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Selain itu, Israel juga sedang menghadapi kasus genosida di Pengadilan Internasional (ICJ) terkait operasi militernya di wilayah tersebut.

Dengan penolakan Israel untuk melanjutkan tahap kedua kesepakatan gencatan senjata dan penghentian bantuan kemanusiaan ke Gaza, ketegangan di kawasan semakin meningkat, sementara prospek perdamaian tampak semakin suram. (Muhammad Reyhansyah)

Baca juga:  PBB dan Negara-Negara Arab Kutuk Israel yang Blokade Bantuan ke Gaza

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Willy Haryono)