Sejarah dan Tema Hari Demokrasi Internasional 2025

Ilustrasi: www.vaayupankh.com

Sejarah dan Tema Hari Demokrasi Internasional 2025

Riza Aslam Khaeron • 15 September 2025 12:58

Jakarta: Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang berlandaskan kedaulatan rakyat, di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan warga negara yang mengekspresikan kehendaknya melalui partisipasi langsung maupun melalui wakil-wakil yang mereka pilih.

Sistem ini menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan, kebebasan berekspresi, serta keterlibatan aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan dan pengawasan terhadap pemerintahan.

Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang ideal pada masa modern ini. Karena itu, setiap 15 September, dunia memperingati Hari Demokrasi Internasional untuk menegaskan kembali komitmen terhadap demokrasi dan mengajak masyarakat berperan aktif dalam menentukan masa depan politiknya.

Lantas, apa sejarah peringatan ini? Berikut sejarah dan tema Hari Demokrasi Internasional 2025.
 

Sejarah Hari Demokrasi Internasional

Gagasan mengenai peringatan Hari Demokrasi Internasional bermula dari proses panjang penguatan nilai-nilai demokrasi global.

Akar sejarahnya dapat ditelusuri ke tahun 1988, ketika Presiden Filipina saat itu, Corazon C. Aquino, menggagas Konferensi Internasional tentang Demokrasi Baru dan yang Dipulihkan (International Conferences on New and Restored Democracies/ICNRD) pasca keberhasilannya memimpin revolusi damai "People Power" yang menggulingkan kediktatoran Ferdinand Marcos.

ICNRD pada awalnya merupakan forum antar-pemerintah, namun kemudian berkembang menjadi struktur tripartit yang melibatkan pemerintah, parlemen, dan masyarakat sipil. Pada konferensi keenam (ICNRD-6) di Doha, Qatar, tahun 2006, peserta mengadopsi deklarasi dan Rencana Aksi yang menegaskan kembali prinsip-prinsip dasar demokrasi.

Dalam tindak lanjut konferensi tersebut, Qatar membentuk dewan penasihat dan memimpin penyusunan rancangan resolusi di Majelis Umum PBB.

Atas usulan Inter-Parliamentary Union (IPU), tanggal 15 September dipilih sebagai hari peringatan karena bertepatan dengan tanggal diadopsinya Universal Declaration on Democracy oleh IPU pada tahun 1997.

Pada akhirnya, Majelis Umum PBB secara bulat mengadopsi Resolusi A/RES/62/7 berjudul “Support by the United Nations system of efforts of Governments to promote and consolidate new or restored democracies” pada 8 November 2007, yang secara resmi menetapkan 15 September sebagai Hari Demokrasi Internasional.

Peringatan pertama Hari Demokrasi Internasional diadakan pada tahun 2008.

Sejak saat itu, tanggal ini menjadi ajang tahunan bagi negara-negara anggota PBB untuk menegaskan komitmen terhadap demokrasi, mengevaluasi kondisi demokrasi di dalam negeri, dan memperkuat partisipasi masyarakat dalam proses politik.
 

Baca Juga:
Podium Media Indonesia: Plaza Demokrasi Saatnya Dibangun
 

Tema Hari Demokrasi Internasional 2025

Tema Hari Demokrasi Internasional tahun 2025 ialah “Mewujudkan Kesetaraan Gender, Aksi demi Aksi” (Achieving Gender Equality, Action by Action). Tema ini mencerminkan urgensi global untuk mengatasi stagnasi dan kemunduran dalam representasi politik perempuan di banyak negara.

IPU menyatakan bahwa kesetaraan gender bukan sekadar tujuan akhir, melainkan prasyarat bagi masyarakat yang inklusif, tangguh, dan demokratis.

Melalui tema ini, IPU menggalang kampanye global yang menyerukan agar parlemen di seluruh dunia mengambil langkah konkret dan bukan hanya retorika untuk mencapai kesetaraan gender. Kampanye ini mengidentifikasi 10 aksi nyata yang dapat dilakukan parlemen dan legislator, yang meliputi:
  1. Mengesahkan undang-undang paritas (parity laws) untuk memastikan representasi 50:50 dalam pemilu dan jabatan politik.
  2. Menghapus kekerasan terhadap perempuan dalam politik, baik secara daring maupun luring, melalui legislasi dan kebijakan internal parlemen.
  3. Menjamin inklusivitas perempuan dari berbagai latar belakang lewat kuota elektoral dan proses seleksi yang adil dan inklusif.
  4. Menilai sensitivitas gender parlemen menggunakan alat evaluasi resmi IPU.
  5. Mendorong kesetaraan kepemimpinan antara laki-laki dan perempuan melalui kuota, kepemimpinan bersama, dan rotasi jabatan.
  6. Membangun budaya kerja parlemen yang ramah gender, dengan kebijakan keseimbangan kerja-hidup dan perlindungan dari diskriminasi serta kekerasan.
  7. Merevisi dan mencabut hukum diskriminatif terhadap perempuan dan anak perempuan.
  8. Mencegah dan menghukum kekerasan berbasis gender melalui legislasi yang kuat dan menyeluruh.
  9. Mengawasi legislasi dan anggaran secara responsif gender, serta mengarusutamakan perspektif gender dalam semua kebijakan.
  10. Bersuara lantang melawan ketidaksetaraan dan kekerasan berbasis gender, kapan pun dan di mana pun hal itu terjadi.
Statistik IPU pada 2025 menunjukkan bahwa dari 190 parlemen dunia, hanya sekitar 70 yang memiliki lebih dari 30% anggota parlemen perempuan.

Bahkan, hanya enam parlemen yang mencapai atau melampaui paritas gender. Dengan laju kemajuan yang melambat sejak 2017, IPU menegaskan bahwa hanya aksi nyata dan terukur yang dapat membalikkan tren tersebut.

IPU juga menyampaikan bahwa kampanye “action by action” harus dimulai dari para legislator sendiri, dengan memimpin melalui teladan. Oleh karena itu, Hari Demokrasi Internasional tahun ini menjadi ajakan terbuka bagi semua pemimpin politik untuk menjadikan kesetaraan gender sebagai inti dari demokrasi yang sejati.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Surya Perkasa)