Dituduh Latih RSF, Sudan Antisipasi Medan Tempur Baru di Ethiopia

Pemimpin RSF Hemedti (kiri) dan PM Ethiopia. Foto: Northern Africa News

Dituduh Latih RSF, Sudan Antisipasi Medan Tempur Baru di Ethiopia

Riza Aslam Khaeron • 9 December 2025 17:52

Khartoum: Pemerintah Sudan disebut tengah mengantisipasi pembukaan medan tempur baru di wilayah timur setelah menuduh Ethiopia mengizinkan pendirian kamp pelatihan dan jalur pasokan bagi Rapid Support Forces (RSF).

Melansir Al Jazeera bahasa Arab, sumber-sumber resmi Sudan menyatakan kamp tersebut digunakan untuk menyiapkan serangan terhadap Wilayah Nil Biru yang berbatasan langsung dengan Ethiopia.

Seorang pejabat pemerintah yang identitasnya dirahasiakan menyatakan bahwa otoritas Ethiopia memiliki koordinasi militer dengan RSF melalui kekuatan regional yang mendukung kelompok tersebut. Mereka menyebut kedua pihak telah menyepakati jalur suplai, pembangunan kamp pelatihan, serta penyediaan landasan untuk pesawat.

Pergerakan bantuan dan kedatangan kendaraan tempur, sistem artileri, serta perangkat pengacau dilaporkan masuk melalui Kota Asosa, ibu kota Benishangul-Gumuz, yang berbatasan langsung dengan Nil Biru.

Wilayah ini juga merupakan lokasi Bendungan Grand Ethiopian Renaissance Dam (GERD).

Sumber-sumber tersebut juga mengklaim adanya koordinasi intelijen antara militer Ethiopia, RSF, dan Tentara Populer—sayap militer Gerakan Rakyat Pembebasan Sudan-Utara (SPLM-N) yang dipimpin Joseph Toka, bagian dari faksi Abdelaziz al-Hilu.

Pasukan Toka disebut berada di beberapa kantong wilayah Nil Biru dan aktif di sepanjang perbatasan dengan Negara Bagian Upper Nile di Sudan Selatan.

Sumber yang dekat dengan otoritas Sudan menyebut kamp pelatihan di Ethiopia itu dapat menampung lebih dari 10.000 petempur di dua lokasi, yaitu Menggi dan Al-Ahmar, wilayah administratif Oundlo.

Kamp tersebut dikatakan berada di bawah pengawasan seorang jenderal Ethiopia dan bekerja sama dengan perwira asing dari negara-negara yang dituding mendukung kekuatan tempur RSF.

Laporan yang sama menyebut bahwa unsur asing yang dilatih mencakup tentara bayaran dari Sudan Selatan serta sejumlah negara Amerika Latin, terutama Kolombia. Mereka, bersama anggota RSF yang melarikan diri dari garis depan di Sudan, diklaim telah dikumpulkan dan dipindahkan dari wilayah Darfur.
 

Baca Juga: RSF Rebut Ladang Minyak Terbesar di Sudan

Jalur logistik kamp tersebut disebut melewati Pelabuhan Berbera di Somalia dan Pelabuhan Mombasa di Kenya, kemudian menuju wilayah Ethiopia.

Sementara itu, Joseph Toka dilaporkan menerima pesawat nirawak yang digunakan dalam serangan ke Damazin—ibu kota Nil Biru—serta Kota Kurmuk yang dekat dengan perbatasan Ethiopia. Serangan itu disebut diluncurkan dari Yabous dan beberapa titik lain di sekitar perbatasan.

Sumber-sumber Al Jazeera menyebut senjata dan perlengkapan tempur masuk melalui pusat Benishangul menuju desa-desa seperti Aburamo, Sharqoli, Ahofendo, dan Qishn, sekitar 30 km dari Yabous, sebelum disalurkan kepada RSF dan pasukan SPLM-N yang memiliki kamp di wilayah tersebut. Dukungan pesawat nirawak juga dikirim melalui jalur udara.

Ismail Al-Amin menilai pendirian kamp pelatihan di Ethiopia mencerminkan pola intervensi regional yang berbahaya dalam konflik Sudan.

“Jika tidak dihadapi dengan langkah Sudan, regional, dan internasional yang efektif, perang akan memasuki fase baru yang lebih berdarah dan mengancam keamanan serta stabilitas Tanduk Afrika,” ujar Al-Amin. Dikutip dari Al Jazeera Net, 9 Desember 2025.

Ia menambahkan bahwa tekanan ekonomi dan ketegangan internal membuat Ethiopia tidak mudah membiayai perang baru. Keterlibatan militer Ethiopia juga dinilai berpotensi memicu instabilitas tambahan di dalam negeri, sementara Sudan masih memiliki "kartu tekanan" terkait dinamika perbatasan dan keberadaan kelompok bersenjata oposisi.

Sementara itu, Yusuf Abdul-Mannan menyebut situasi di perbatasan timur Sudan sebagai kebijakan "menarik ujung-ujung konflik". 

“Dukungan militer dan logistik untuk RSF mengalir melalui perbatasan Libya timur, Republik Afrika Tengah, Chad, Sudan Selatan, dan kini Ethiopia,” kata Abdul-Mannan.

Ia membandingkan situasi ini dengan pertengahan 1990-an ketika Amerika Serikat disebut berupaya menjatuhkan Presiden Omar al-Bashir melalui operasi yang melibatkan Uganda, Ethiopia, dan Eritrea untuk mendukung gerakan bersenjata di Sudan.

Al Jazeera mencatat bahwa sejak awal perang Sudan, posisi Ethiopia kerap dinilai condong kepada RSF dan sekutunya. Ethiopia pernah menjadi tuan rumah bagi tokoh RSF dan oposisi dalam KTT IGAD pada Juli 2023, yang kemudian direspons dengan penarikan delegasi Sudan sebagai protes.

Pernyataan Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed saat itu juga memicu kemarahan Khartoum setelah ia menyebut adanya kekosongan kepemimpinan di Sudan dan menyerukan pengiriman pasukan Afrika serta zona larangan terbang.

Meski Abiy berkunjung ke Port Sudan pada Juli 2024 untuk meredakan ketegangan dan menjajaki mediasi, hubungan kedua negara tetap dibayangi ketidakpercayaan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Arga Sumantri)