Ki Hajar Dewantara sedang menulis. (Pranata, 1959)
Riza Aslam Khaeron • 30 April 2025 15:19
Jakarta: Peringatan Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada Jumat, 2 Mei 2025, menjadi momen yang tepat untuk mengenang jasa-jasa Ki Hajar Dewantara, tokoh yang secara resmi dianugerahi gelar Bapak Pendidikan Nasional Indonesia. Lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta, sosok ini tidak hanya berjasa di bidang pendidikan, tetapi juga dalam perjuangan politik kemerdekaan.
Melalui berbagai pemikiran dan tindakan konkret, Ki Hajar Dewantara telah meninggalkan warisan besar bagi dunia pendidikan Indonesia. Berikut uraian jasa-jasanya secara mendalam.
1. Memperjuangkan Akses Pendidikan bagi Rakyat Pribumi
Melansir Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek, Ki Hajar Dewantara mendirikan Perguruan Taman Siswa pada tahun 1922 sebagai bentuk perlawanan terhadap sistem pendidikan kolonial Belanda yang diskriminatif.
Pendidikan Taman Siswa dirancang untuk memberikan akses belajar bagi rakyat pribumi yang selama ini tidak mendapat hak pendidikan yang layak. Sistem ini menolak model pengajaran otoriter kolonial dan digantikan dengan pendekatan nasionalis yang mengutamakan kebebasan berpikir dan rasa cinta tanah air.
2. Menggagas Trilogi Pendidikan yang Menjadi Filosofi Bangsa
Trilogi pendidikan Ki Hajar Dewantara menjadi filosofi utama dalam sistem pendidikan Indonesia. Semboyan ini menempatkan pendidik sebagai teladan di depan, penggerak di tengah, dan pemberi dorongan di belakang. Ketiga filosofi tersebut yakni:
- Ing Ngarsa Sung Tuladha (Memberi teladan di depan)
- Ing Madya Mangun Karsa (Membangun semangat di tengah)
- Tut Wuri Handayani (Memberikan dorongan di belakang)
Melansir Inspektorat Jenderal Kemendikbud, prinsip ini telah menjadi dasar pendekatan pendidikan yang memanusiakan peserta didik, bahkan menjadi slogan resmi Kementerian Pendidikan hingga saat ini.
3. Perjuangan melalui Media dan Tulisan
Sebelum terjun dalam pendidikan, Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai jurnalis yang vokal mengkritik kebijakan kolonial. Mengutip SMAN 1 Pulau Malan, ia menulis di berbagai surat kabar seperti Sediotomo, De Express, dan Oetoesan Hindia.
Tulisannya yang paling terkenal berjudul
Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda), mengecam keras pengumpulan dana untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari rakyat jajahan.
"
Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya"
Tulisan ini membuatnya diasingkan oleh pemerintah kolonial ke Belanda.
4. Mendirikan dan Memimpin Indische Partij
Pada tahun 1912, Ki Hajar bersama Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangunkusumo mendirikan Indische Partij, partai nasionalis pertama yang memperjuangkan kemerdekaan Hindia Belanda. Meskipun partai ini dibubarkan oleh pemerintah kolonial, langkah tersebut menunjukkan tekad Ki Hajar untuk memperjuangkan hak-hak rakyat, termasuk dalam bidang pendidikan.
5. Menjadi Menteri Pendidikan Pertama Republik Indonesia
Setelah Indonesia merdeka, Ki Hajar Dewantara diangkat menjadi Menteri Pengajaran (sekarang Menteri Pendidikan) pertama dalam Kabinet Republik Indonesia tahun 1950. Dalam perannya tersebut, ia menanamkan prinsip pendidikan nasional yang merdeka, berkarakter, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan.
Hari lahir Ki Hajar Dewantara pada 2 Mei ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional melalui Keputusan Presiden RI Nomor 305 Tahun 1959, sebagai bentuk penghargaan atas dedikasi dan pengorbanannya dalam merintis dan membangun sistem pendidikan Indonesia yang berpihak pada rakyat.
Ki Hajar Dewantara wafat pada 26 April 1959 di Yogyakarta. Ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional dan namanya diabadikan di berbagai institusi, mulai dari sekolah, universitas, kapal perang, hingga museum pendidikan. Filosofinya tetap hidup dan relevan dalam berbagai kebijakan pendidikan di Indonesia hingga saat ini.
Menjelang peringatan Hardiknas 2 Mei, bangsa Indonesia kembali diingatkan akan keteladanan dan kontribusi luar biasa Ki Hajar Dewantara. Jasa-jasanya dalam memperjuangkan pendidikan yang adil, merdeka, dan humanis telah membentuk fondasi kuat bagi sistem pendidikan nasional yang kini kita warisi.