Ilustrasi. Medcom
Achmad Zulfikar Fazli • 9 February 2025 17:50
Jakarta: Majelis hakim diminta mendalami keterangan mantan narapidana kasus suap pergantian antar waktu (PAW) buronan Harun Masiku, Agustiani Tio Fridelina. Saat bersaksi dalam sidang praperadilan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di PN Jakarta Selatan, Tio mengaku ditawari uang Rp2 miliar oleh orang tak dikenal (OTK) sebelum diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan merasa diintimidasi.
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, menyampaikan ada tiga hal fundamental yang bisa dilihat dari kesaksian Tio. Yakni, Julius menyebut adanya dugaan intimidasi yang dilakukan penyidik terhadap Agustiani.
Julius mengatakan intimidasi ditujukan untuk menyebut nama salah satu orang dengan melakukan perbuatan tertentu. Namun kesaksian itu bukan peristiwa yang sebenarnya dialami, didengar, dan dilihatnya.
Selanjutnya, ada seseorang yang mengaku menawarkan sejumlah uang kepada Tio untuk memberikan keterangan sesuai dengan keinginan penyidik. Yaitu, menyebut satu nama yang melakukan sebuah perbuatan penyuapan terhadap Harun Masiku.
“Dari tiga peristiwa itu, maka bisa dipastikan apabila yang melakukan oleh penyidik KPK itu sudah terjadi dua pelanggaran dan satu kejahatan,” kata Julius saat dihubungi wartawan, Minggu, 9 Februari 2025.
Julius menjelaskan dua pelanggaran itu berupa pelanggaran dalam proses hukum acara. Sebab, dalam menggali atau mencari atau mengumpulkan alat bukti yang berupa keterangan saksi harus dilakukan secara sah.
Menggali informasi tidak boleh dilakukan dengan cara-cara paksaan, intimidasi, apalagi mengarahkan untuk memberikan keterangan yang sebenarnya tidak atau bukan peristiwa yang dialami, didengar, dan dilihat saksi.
“Nah pelanggaran ini sudah pelanggaran etik yang sangat fundamental sehingga harusnya berpotensi dinyatakan sebagai sebuah pelanggaran berat dengan sanksi dilakukan pemecatan secara tidak hormat terhadap penyidik tersebut,” jelas Julius.
Menurut dia, hal ini berakibat pada pelanggaran dalam proses pengambilan alat bukti. Sehingga, alat bukti harus dinyatakan batal demi hukum dan tidak dapat digunakan dalam proses hukum yang sedang dilakukan KPK.
“Alat bukti itu harus dinyatakan tidak berlaku atau batal demi hukum,” kata dia.
Baca Juga:
Saksi Kasus Hasto Mengaku Ditawari Uang Rp2 Miliar Sebelum Diperiksa KPK |
Baca Juga:
KPK Ungkap Kepanikan Harun Masiku Saat Disuruh Hasto Rendam HP |