Demonstrasi kasus suap hakim di kasus perkara Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO). Istimewa
Whisnu Mardiansyah • 23 April 2025 15:42
Jakarta: Semua pihak menyesalkan hakim menerima suap Rp60 miliar demi membebaskan tiga korporasi raksasa, Wilmar, Pertama Hijau dan Musim Mas. Mahkamah Agung (MA) harus mengembalikan tajinya, dan jangan ada anggapan menjadi 'Mahkamah Amplop'.
“Kasus ini menunjukkan wajah peradilan kita yang buruk, busuk dan mengerikan,” ujar Ketua Perkumpulan Pemuda Keadilan, Dendi Budiman dalam keterangannya, Rabu, 23 April 2025.
Padahal, hakim adalah perwakilan tuhan di dunia, Masyarakat yang sepenuhnya memberikan kepercayaan kepada Hakim di pengadilan sebagai pengadil yang suci, justru dikotori demi uang dari korporasi.
Dendi menilai Mahkamah Agung (MA) gagal menjalankan fungsi pengawasan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA. Ia menyebut MA seperti dipukul hingga babak belur oleh ulah oknum hakim yang merusak integritas lembaga peradilan.
Harapan peradilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan sesuai Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970, seluruhnya runtuh karena ulah Hakim nakal yang menggadaikan keadilan demi uang Rp60 miliar.
Sementara fungsi pengawasan yang seharusnya dilakukan MA seakan tak terlihat. Sebaliknya, justru nampak jelas mafia-mafia bersarang di dalam lembaga peradilan.
Dendi menegaskan, bahwa Perkumpulan Pemuda Keadilan tidak datang untuk meminta belas kasihan. Mereka datang untuk menyelamatkan keadilan dari tangan para penjaganya sendiri. Vonis lepas yang bisa dibeli merupakan bentuk pembunuhan terhadap keadilan.
Ia pun menekankan para pejabat berseragam, yang mengaku ahli hukum dan bersarang di lembaga tersebut telah mengkhianati harapan rakyat dan keadilan.
Baca: MA Didorong Rombak Besar-besaran Hakim di PN Jakarta dan Surabaya |