Ilustrasi PLTS Terapung Cirata. Foto: Dokumen PLN.
Media Indonesia • 14 August 2024 12:36
Jakarta: Indonesia dinilai perlu memperkuat rantai pasok industri Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Dengan itu, Indonesia dapat bersaing dalam teknologi modul surya.
Institute for Essential Services Reform (IESR) mengungkapkan, adopsi energi surya di dunia semakin meningkat. Angkanya mencapai 1,6 TW pada 2023. Sementara di kawasan Asia Tenggara, total kapasitas energi surya mencapai 25,9 GW di tahun yang sama.
Analis Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan IESR Alvin Putra Sisdwinugraha menyebut Indonesia mempunyai potensi energi surya lebih dari 3.295 GW.
Sementara itu, teknologi modul surya semakin berkembang dengan dominasi teknologi berbasis silikon. Teknologi monokristalin, misalnya, menawarkan efisiensi yang lebih tinggi.
Alvin juga menyebut harga modul surya turun hingga 66 persen selama lima tahun terakhir menjadi sekitar 14,5 USDc/Wp (sekitar Rp2.300/Wp).
"Indonesia perlu menangkap peluang pengembangan rantai pasok industri PLTS di Indonesia agar mampu bersaing dengan produk PLTS impor. Selain itu, ekspansi Tiongkok untuk produksi modul surya Tiongkok ke Asia Tenggara untuk ekspor ke Amerika Serikat dan Eropa perlu dipandang sebagai kesempatan untuk bekerja sama dalam membangun produksi modul surya dalam negeri," ungkap Alvin dalam keterangan tertulis, Rabu, 14 Agustus 2024.
Analisis IESR mengungkapkan kapasitas produksi modul surya Indonesia terbilang meningkat mencapai 2,3 GW/tahun per Juni 2024. Namun, secara ukuran, efisiensi, harga dan kategori panel tier-1, Indonesia masih tertinggal dari modul surya impor.
Modul surya dalam negeri bahkan belum ada yang mendapatkan sertifikasi tier-1. Karena itu ia sulit mendapatkan pembiayaan dari lembaga keuangan internasional. Harga PLTS lokal, kata Alvin, 30 persen sampai 45 persen lebih tinggi dibandingkan PLTS impor.
IESR mendorong pemerintah untuk meningkatkan daya saing PLTS lokal dengan memberikan insentif baik fiskal maupun nonfiskal untuk mengurangi biaya produksi, terutama apabila berorientasi ekspor. Selain itu melakukan kerja sama dengan produsen global untuk transfer teknologi, serta memberikan kepastian regulasi dan pasar domestik.
Baca juga: Indonesia Pangkas Kandungan Lokal untuk PLTS Menjadi 20% |