Ilustrasi. Foto: dok MI/Ramdani.
M Ilham Ramadhan Avisena • 22 August 2024 09:58
Jakarta: Pemerintahan Presiden Joko Widodo disebut meninggalkan warisan utang dan biaya utang yang cukup besar bagi pemerintahan berikutnya. Jika kebijakan utang tahun ini sesuai seperti yang direncanakan, nilainya bakal mencapai Rp8,7 kuadriliun.
"Kalau kita lihat sampai akhir tahun ini, berdasarkan rencana berutang, itu akan mencapai Rp8,7 kuadriliun. Tahun depan, kemungkinan ditambah, kemungkinan bisa Rp10 kuadriliun," ujar ekonom senior Faisal Basri dalam diskusi bertajuk Reviu RAPBN 2025: Ngegas Utang yang disaksikan secara daring, Rabu, 21 Agustus 2024.
Selama 10 tahun menjalankan roda pemerintahan, Presiden Jokowi dinilai telah mengerek besaran utang pemerintah hingga 3,3 kali lipat. Namun besaran utang yang ditarik itu tampaknya tak membuahkan hasil lantaran di periode yang sama pertumbuhan ekonomi relatif mentok di kisaran lima persen.
Penjelasan berulang dari pemerintah soal kondisi utang yang aman juga dianggap tak relevan. Sebab, pengambil kebijakan kerap menyampaikan persentase utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dengan banyak negara maju yang nilai PDB-nya jauh lebih tinggi dari Indonesia.
Rasio utang Indonesia pada 2023 tercatat 39,2 persen terhadap PDB. Angka itu kerap disandingkan dengan Jepang yang menembus 260 persen terhadap PDB. "Itu kelihatannya kita keren ya? Tapi perlu diingat, Jepang membuat utang besar itu, beban bunganya hanya 6,2 persen dari total pengeluarannya. Kita kan 20 persen," kata Faisal.
"Singapura utangnya juga besar 168 persen dari PDB. Apakah kita lebih hebat dari dia? Beban utang mereka itu hanya 0,4 persen, kita 20 persen, itu langit dan bumi," tambah dia.
Baca juga: Pemerintah Tarik Utang Rp27 Triliun dari Lelang 7 Surat Utang Negara |