Pergerakan Saham di ASEAN Jadi Indikator Pertumbuhan Asia

Ilustrasi. Foto: dok MI.

Pergerakan Saham di ASEAN Jadi Indikator Pertumbuhan Asia

Fetry Wuryasti • 25 January 2024 14:24

Jakarta: Sejak awal 2023, investor internasional masih kurang menaruh perhatian pada saham-saham Asia, dan pasar saham secara keseluruhan di Asia secara umum datar. Di 2024, Senior Portfolio Manager Equities Manulife Investment Management Kenglin Tan justru melihat peluang di pasar Asia, khususnya ekuitas ASEAN.

Sejak awal 2023, pasar saham secara keseluruhan di Asia hanya menunjukkan sedikit pergerakan. Namun, pasar kini menawarkan nilai yang menarik sebagaimana ditunjukkan oleh rasio harga terhadap pendapatan/price earning (P/E) forward pada 2024 sekitar 12 kali lipat, yang berada di bawah rata-rata historis selama 10 tahun terakhir.

"Secara khusus, ekuitas/saham Hong Kong dan Tiongkok diperdagangkan masing-masing sekitar delapan kali dan sepuluh kali ke depan P/E. Sebagai perbandingan, ekuitas AS memiliki rasio P/E ke depan sekitar 19 kali lipat, sehingga membuat valuasi ekuitas Asia jauh lebih murah," kata Tan pada Laporan 2024 Investment Outlook melalui keterangan yang diterima, Kamis, 25 Januari 2024.

Di antara pasar ASEAN, yang disukai yaitu Indonesia, Malaysia, dan Thailand karena mereka menarik investasi asing langsung (FDI) melalui strategi 'Tiongkok Plus Satu'. Filipina juga memiliki peluang mengingat valuasinya yang relatif rendah dan ruang untuk menurunkan suku bunga tahun ini.

Setelah jeda sementara selama pandemi covid, investasi asing langsung (FDI) diperkirakan akan kembali ke pasar ASEAN melalui diversifikasi rantai pasokan, yang akan menjadi pendorong signifikan bagi kawasan ini.

Penetrasi finansial dan digital diperkirakan akan meningkat, dan pariwisata siap untuk mendapatkan kembali statusnya sebagai pilar penting perekonomian.

"Peluang investasi tidak terbatas pada sektor tradisional 'Ekonomi Lama'; ada juga banyak bisnis 'Ekonomi Baru' yang sedang berkembang. Hal ini mencakup pendukung dan pengganggu yang memanfaatkan digitalisasi yang semakin luas, serta penerima manfaat dari megatren dekarbonisasi," jelas Tan.

Negara-negara yang cenderung berkinerja lebih baik pada 2024, kemungkinan besar memiliki sensitivitas utang yang lebih rendah, ruang fiskal yang lebih luas, dan menghasilkan ekspor yang berfokus pada komoditas penting. Mereka berhasil melalui 2023 yang menjadi salah satu siklus pengetatan paling agresif di negara-negara maju dalam beberapa dekade terakhir.

Pasar obligasi Asia berada dalam posisi yang menguntungkan untuk menawarkan pendapatan yang menarik dan potensi keuntungan modal jika bank sentral memutuskan untuk menurunkan suku bunga resmi.

"Kembalinya investasi asing langsung (foreign direct investment) dapat memberikan manfaat bagi ekuitas Asia, khususnya penekanan pada pasar ASEAN," kata Global Chief Economist and Strategist Manulife Investment Management Frances Donald.

Baca juga: Minat Investasi Saham Bakal Meningkat Jika Pemilu Berjalan Aman
 

Suku bunga Fed diyakini sudah capai puncak


Manulife Investment Management (Manulife IM) meyakini tingkat suku bunga AS telah mencapai puncaknya dan memperkirakan Federal Reserve (Fed) AS akan mulai menurunkan suku bunga pada paruh kedua 2024.

Pada 2024, mungkin tidak akan terlihat pemulihan ekonomi global yang tersinkronisasi. Sebaliknya, akan muncul peluang-peluang di berbagai pasar dan kelas aset yang berbeda.

Misalnya, Amerika Serikat kemungkinan akan lebih mampu menahan pengetatan ekonomi, dibandingkan negara-negara besar lainnya, yang ditopang oleh fokus domestik negara, profil lapangan kerja yang kuat, dan konsumen yang masih sehat.

Sebaliknya, pasar-pasar yang sangat terekspos terhadap perdagangan internasional dan dibatasi oleh kemampuannya untuk berutang, kemungkinan besar akan terhambat signifikan pada paruh pertama tahun 2024.

Meski demikian, kondisi tersebut akan mengalami perbaikan bertahap seiring dengan mulai pelonggaran kondisi keuangan oleh bank sentral AS.

"Peralihan dari perekonomian berbasis barang ke perekonomian berbasis jasa, di tengah melemahnya sektor manufaktur, berarti pasar yang sangat bergantung pada manufaktur dan ekspor barang akan lebih rentan terhadap dampak perlambatan manufaktur," kata Donald.

Namun, negara-negara yang ekspornya diarahkan pada komoditas-komoditas penting akan mendapatkan manfaat dari tingginya permintaan akibat gangguan rantai pasokan dan isu-isu terkait iklim, khususnya pada harga tanaman pangan utama.

Donald mencatat ketidaksinkronan global menjadi lebih nyata dan dapat membuat perkiraan ekonomi menjadi lebih menantang, seiring dengan rusaknya hubungan tradisional.

Perekonomian global masih terdistorsi akibat guncangan covid-19 dan kesenjangan antara sektor manufaktur dan jasa masih ada. Manufaktur tumbuh lemah atau negatif, terlihat di negara-negara yang berorientasi ekspor seperti Jerman. Di sisi lain, permintaan terhadap jasa masih relatif sehat, seperti yang terlihat di Spanyol.

"Hal ini menimbulkan tantangan bagi model perkiraan namun juga menciptakan peluang di bidang-bidang tertentu dalam perekonomian global," kata Donald.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Husen Miftahudin)