KPK Temukan Eksploitasi Hasil Bumi Ilegal di Lombok Timur

Gedung Merah Putih KPK. Foto: Medcom.id/Candra Yuri Nuralam.

KPK Temukan Eksploitasi Hasil Bumi Ilegal di Lombok Timur

Candra Yuri Nuralam • 17 June 2024 08:38

Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya pengerukan hasil bumi secara ilegal di daerah Gumi Salaparang, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Ada puluhan galian yang tidak berizin resmi beroperasi di sana.

Kepala Satgas Korsup Wilayah V KPK Dian Patria mengatakan ada 208 galian di wilayah C yang beroperasi di Gumi Salaparang. Sebanyak 53 diantaranya langsung ditertibkan karena berstatus ilegal.

“Penertiban galian C, mulai pajak hingga volume muatan, yang dilakukan secara optimal bisa menjadi salah satu kunci utama untuk menyejahterakan daerah,” kata Dian melalui keterangan tertulis, Senin, 17 Juni 2024.

Dian menjelaskan galian C merupakan aktivitas pertambangan yang mengeruk sejumlah hasil bumi. Sebagian lubang berisikan material bukan logam dan batuan yang berharga.

Aktivitas ilegal itu wajib dihentikan. Sebab, daerah tidak mendapatkan apapun atas keuntungan ilegal yang dinikmati sejumlah pihak tersebut.

“Jika dikelola dengan baik, dapat menghasilkan pendapatan asli daerah (PAD) yang signifikan, yang ujungnya bisa dimanfaatkan juga bagi masyarakat,” ujar Dian.
 

Baca juga: KPK: Banyak Strategi Pencarian Harun Masiku Tak Tidak Bisa Dirilis

Ketegasan pemerintah dan stakeholder terkait di sana pun dinilai masih lemah. KPK melihat banyaknya truk pengangkut yang membawa muatan hasil bumi yang tidak sesuai aturan.

Sebagian truk yang beroperasi bahkan tidak menyertai penutup dalam muatannya. Tindakan itu dinilai bisa memicu kecelakaan sampai mencemari lingkungan.

Dian juga menyebut petugas pemantau tidak memberikan sanski saat melakukan pengecekan. KPK mencurigai ada kongkalikong kotor dalam aktivitas di galian C tersebut.

“Ada banyak kebocoran (celah korupsi) di sana. Dump truck yang membawa material galian C kelebihan muatan juga akan merusak infrastruktur yang mengakibatkan kerugian negara,” ujar Dian.

Pemerintah setempat disarankan menggunakan alat untuk memaksimalkan pengecekan muatan kendaraan di sama. Hitungan mesin dinilai lebih efektif menutup celah korupsi saat pemantauan dilakukan.

“Lebih baik pakai jembatan timbang yang harganya kurang lebih Rp800 juta. Tidak perlu lagi ngukur-ngukur berapa volumenya, berapa harganya, karena sudah tertera,” ucap Dian. 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)