Kubu Tom Lembong Klaim Kebijakan Impor Gula untuk Menjaga Stabilitas Harga

Mantan Menteri Perdagangan Thomas 'Tom' Trikasih Lembong. MI/Tri Subarkah

Kubu Tom Lembong Klaim Kebijakan Impor Gula untuk Menjaga Stabilitas Harga

Achmad Zulfikar Fazli • 20 March 2025 22:25

Jakarta: Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mempertanyakan kebijakan impor gula mentah (raw sugar) yang dilakukan oleh mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, pada tahun 2015. JPU menilai impor gula seharusnya dilakukan dalam bentuk gula kristal putih (GKP).

Hal ini disampaikan JPU dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi impor gula di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis, 20 Maret 2025. Menanggapi pernyataan JPU, penasihat hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi, mengeklaim kebijakan impor gula mentah dilakukan untuk menjaga stabilitas harga gula di dalam negeri.

Dia menjelaskan impor gula mentah memiliki beberapa keunggulan strategis. Pertama, Indonesia dapat mengolah gula mentah menjadi gula kristal putih (GKP), sehingga menghemat devisa negara. Kedua, proses pengolahan gula mentah membuka lapangan pekerjaan baru. 

"Ketiga, harga jual ke masyarakat akan lebih terjangkau daripada jika kita mengimpor gula kristal putih yang sudah jadi. Ini penting karena harga yang lebih murah bisa langsung dirasakan oleh masyarakat," ujar Zaid, Jakarta, Kamis, 20 Maret 2025.

Zaid mengutip keterangan ahli di persidangan yang menyatakan kebijakan impor gula mentah pada 2015 telah memberikan manfaat bagi masyarakat dengan menstabilkan harga gula. “Dengan impor gula mentah, harga jual kepada konsumen bisa ditekan lebih rendah, sehingga stabilitas harga gula di pasar dalam negeri tetap terjaga," ujar dia.
 

Baca Juga: 

Ketika Tom Lembong Ajak Jaksa Berlogika hingga Kebingungan Saksi


Sementara itu, saksi dari Kementerian Perdagangan, Muhammad Yanny, menjelaskan di pasar internasional, istilah GKP tidak dikenal. Oleh karena itu, Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) tidak bisa mengimpor GKP lantaran hanya memiliki Angka Pengenal Importir Umum (API-U), sehingga harus bekerja sama dengan swasta yang memiliki Angka Pengenal Importir Produsen (API-P).

Mantan Kasubdit 2 Importasi Produk Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (2014-2020) itu pun menegaskan pilihan impor gula mentah pada saat itu adalah keputusan yang logis. Mengingat, ketiadaan GKP di pasar global. 

"Istilah GKP tidak ada di luar negeri, jadi pilihannya hanya refined sugar dan raw sugar, yang keduanya tidak bisa langsung disalurkan ke masyarakat," ujar dia.

Dilema Regulasi dan Ketersediaan Gula

Dalam kesempatan lain, pengamat pertanian Khudori, menjelaskan gula di Indonesia memiliki karakteristik unik. Di pasar internasional, gula yang dikenal adalah plantation white sugar, raw sugar, dan refined sugar.

"Gula kristal putih (GKP) yang kita kenal di Indonesia, di pasar internasional tidak selalu tersedia. Kalau pun ada, pasarnya kecil dan harus dipesan terlebih dahulu," ujar Khudori.

Khudori mengungkapkan titik krusial dalam kasus ini, yaitu terkait stok gula pada akhir 2015 yang hanya mencapai 816 ribu ton. Jumlah itu jauh lebih kecil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang bisa mencapai 1,2-1,4 juta ton. 

"Stok tersebut hanya cukup sampai pertengahan April 2016. Jika tidak ada pasokan baru, pasar akan mengalami kelangkaan, terutama menjelang ramadan," ujar dia.
 
Baca Juga: 

5 Hal Mencolok dari Sidang Tom Lembong: Larangan Live hingga Dugaan Contempt of Court


Dia menambahkan kebijakan impor gula mentah pada saat itu diambil untuk mengatasi kebutuhan mendesak. “Baik impor GKP maupun gula mentah sama-sama memiliki tantangan. GKP tidak selalu tersedia di pasar internasional, sementara impor gula mentah membutuhkan waktu pengolahan yang lama jika diserahkan kepada BUMN," jelas Khudori.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)