Trump Tolak Rencana Israel Serang Iran untuk Capai Kesepakatan Nuklir

Benjamin Netanyahu (Kiri) dan Donald Trump (Kanan). (Kobi Gideon/GPO)

Trump Tolak Rencana Israel Serang Iran untuk Capai Kesepakatan Nuklir

Riza Aslam Khaeron • 17 April 2025 15:59

Washington DC: Presiden Amerika Serikat Donald Trump dikabarkan menolak rencana Israel untuk menyerang fasilitas nuklir Iran pada Mei 2025, demi memberi peluang tercapainya kesepakatan baru soal program nuklir Teheran.

Keputusan ini diumumkan Trump kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam pertemuan di Gedung Putih pada Senin, 7 April 2025. Informasi tersebut dilaporkan The New York Times dan didasarkan pada keterangan para pejabat yang terlibat langsung dalam diskusi.

"Presiden telah menyatakan dengan jelas: Iran tidak boleh memiliki senjata nuklir, dan semua opsi tetap terbuka," ujar Brian Hughes, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, Washington, Kamis, 17 April 2025, seperti dikutip New York Times.

Trump sebelumnya menerima proposal dari Israel yang mencakup serangan udara besar-besaran terhadap situs pengayaan uranium Iran, termasuk Natanz, dan operasi komando khusus. Namun, ia akhirnya memilih diplomasi, dengan memberi tenggat waktu beberapa bulan kepada Iran untuk mencapai kesepakatan.

Trump menyampaikan keputusannya kepada Netanyahu secara langsung di Ruang Oval. Netanyahu, dalam pernyataan berbahasa Ibrani setelah pertemuan, mengatakan bahwa kesepakatan hanya akan berhasil jika pelaksanaannya berada di bawah pengawasan dan eksekusi AS.

Namun dalam diskusi pribadi, Trump tegas menolak memberi dukungan militer selama negosiasi masih berlangsung.

Keputusan ini memecah kabinet AS. Direktur Intelijen Nasional Tulsi Gabbard, Wakil Presiden JD Vance, Menteri Pertahanan Pete Hegseth, dan Kepala Staf Gedung Putih Susie Wiles termasuk pihak yang ragu bahwa serangan dapat mencegah Iran membuat bom tanpa memicu perang besar.

Militer AS tetap bersiap. Kapal induk Carl Vinson dan Harry S. Truman telah diposisikan di Laut Arab dan Laut Merah. Baterai Patriot dan sistem THAAD dikerahkan, bersama sejumlah pembom siluman B-2 di Diego Garcia. Pergerakan ini disebutkan sebagai bagian dari operasi terhadap milisi Houthi di Yaman, namun juga dikaitkan dengan potensi dukungan bagi Israel.
 

Baca Juga:
Israel Tegaskan Akan Pertahankan Kehadiran Militernya di Gaza Secara Permanen

Israel berharap AS menyetujui rencana tersebut karena mereka menilai bahwa keberhasilan operasi sangat tergantung pada keterlibatan langsung militer AS. Beberapa pejabat seperti Kepala CENTCOM Jenderal Michael Kurilla dan Penasihat Keamanan Nasional Michael Waltz sempat mempertimbangkan opsi dukungan terbatas untuk Israel.

Namun, intelijen baru yang disampaikan oleh Tulsi Gabbard menilai bahwa penumpukan kekuatan AS justru dapat memancing perang besar. Keraguan ini diungkapkan juga oleh Waltz, Wiles, Vance, dan Hegseth dalam beberapa pertemuan di Gedung Putih.

Trump sebelumnya mengirim surat kepada Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Khamenei pada Maret, namun ditolak. Meski begitu, pada 28 Maret 2025, seorang pejabat senior Iran membalas dengan membuka ruang bagi pembicaraan tak langsung. Ini memperkuat posisi Trump untuk menahan Israel dari serangan.

Dalam kunjungan Netanyahu ke Gedung Putih pada 7 April 2025, diskusi utama bukan hanya soal tarif dagang, tapi justru mengenai Iran. Trump menegaskan bahwa AS tidak akan memberi lampu hijau untuk operasi militer selama jalur diplomatik masih tersedia. Meskipun begitu, ia tetap menyatakan bahwa opsi militer tidak dikesampingkan.

“Jika harus dengan kekuatan militer, kita akan lakukan itu. Israel akan jadi pemimpinnya,” kata Trump sehari setelah pertemuan dengan Netanyahu, dikutip NYT, Kamis, 17 April 2025.

Trump juga mengutus Direktur CIA John Ratcliffe ke Yerusalem untuk bertemu Netanyahu dan Kepala Mossad David Barnea. Pertemuan itu membahas operasi rahasia dan pengetatan sanksi sebagai alternatif.

Israel awalnya merencanakan operasi komando pada fasilitas nuklir bawah tanah Iran, namun persiapan belum siap sebelum Oktober. Sebagai pengganti, dibahas kampanye pemboman lebih dari sepekan mulai awal Mei, yang dinilai lebih cepat bisa dilaksanakan. Serangan itu rencananya akan didahului penghancuran sistem pertahanan udara Iran.

Netanyahu mendorong percepatan sebelum masa jabatan Jenderal Kurilla berakhir, namun Trump tetap pada sikapnya.

Trump sendiri pernah memerintahkan pembunuhan Jenderal Qassem Soleimani pada 2020 dan disebut sebagai target balas dendam Iran pada pemilu tahun lalu. Tetapi, kini ia memilih jalan diplomatik untuk menghindari perang baru.

Meski begitu, militer Israel tetap bersiap. Salah satu opsi yang sempat diajukan adalah pengulangan operasi seperti yang dilakukan di Suriah September lalu, di mana pasukan komando menyerbu fasilitas rudal bawah tanah. Namun AS menilai target-target nuklir Iran lebih terlindungi dan tersebar.

Trump memberi sinyal tegas bahwa bila diplomasi gagal, maka AS dan Israel akan beralih ke kekuatan militer. Namun hingga kini, upaya perundingan masih diprioritaskan, dengan batas waktu yang belum diumumkan secara resmi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Surya Perkasa)