Polda Riau menggelar Kajian Subuh Ilmiah di Aula Tribata Mapolda Riau dengan pembicara Rocky Gerung sebagai intelektual publik dan Ustaz Abdul Somad (UAS) sebagai ulama. Dokumentasi/ Polda Riau
Pekanbaru: Dua tokoh nasional Rocky Gerung sebagai intelektual publik dan Ustaz Abdul Somad (UAS) sebagai ulama menjadi pembicara dalam Kajian Subuh Ilmiah di Aula Tribata Mapolda Riau dengan tema 'Alam dan Kita dalam Perspektif Agama dan Sains'.
Kegiatan ini dibuka dengan salat subuh berjamaah di Masjid Al Adzim Polda Riau bersama Gubernur, Kapolda, Ustaz Abdul Somad, dan jemaah. Kajian dibuka dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya yang menguatkan nuansa nasionalisme.
Kapolda Riau, Irjen Herry Heryawan, menyampaikan kegiatan ini adalah bagian dari komitmen Polda Riau menjadikan institusi kepolisian sebagai pusat nilai, bukan hanya pusat keamanan.
"Kita ingin menjaga alam bukan sekadar karena regulasi, tapi karena keimanan dan budaya," kata Herry di Mapolda Riau, Sabtu, 10 Mei 2025.
Gubernur Riau, Abdul Wahid, yang hadir juga menegaskan pentingnya nilai-nilai budaya Melayu dalam menjaga harmoni dengan
alam. Menurutnya bagi orang Melayu, merusak alam adalah mencederai warisan nenek moyang dan mengkhianati anak cucu.
"Kalau orang melayu selalu tumbuh ajarnya berkenaan dengan alam. Orang melayu bilang kalau pemimpin itu seperti pohon, itu menggambarkan alam. Pohon itu kalau dahannya kuat tempat kita bergantung, kalau daunnya rimbun tempat berteduh, kalau batangnya kuat tempat bersandar, kalau akarnya lebar tempat kita bersila," ujar Gubernur Abdul Wahid.
Dalam sesi pertama, Rocky Gerung membongkar cara pandang modern terhadap alam yang kerap memisahkan sains dari nilai-nilai spiritual. Ia menyampaikan dalam filsafat lingkungan, teologi dan ekologi seharusnya saling menyatu.
"Alam bukan sekadar latar belakang kehidupan, tapi bagian dari subjek moral. Ia seperti rahim yang memberi kehidupan, dan rahim tak boleh dilukai," ungkap Rocky.
Ia mengangkat contoh ilmiah tentang bagaimana fosfat dari Gurun Sahara terbawa angin hingga menyuburkan Hutan Amazon. “Itu menunjukkan ada keteraturan semesta yang luar biasa, yang mustahil hadir tanpa desain Sang Pencipta,” jelasnya.
Rocky juga mengkritik mentalitas modern yang mengubah kebutuhan (needs) menjadi keserakahan (wants), yang mengakibatkan rusaknya daya pulih alam. "Kita bukan hanya menghadapi krisis iklim, tapi krisis etika,” bebernya.
Dalam konsep ethics of care, menurutnya perempuan memiliki posisi kunci karena secara alami terhubung dengan ritme kehidupan dan keberlanjutan.
Sesi kedua diisi oleh Ustaz Abdul Somad yang membawakan perspektif keislaman secara mendalam dan mengena. Dengan bahasa yang lugas dan akrab, UAS menjelaskan bahwa dalam Al-Qur’an, pohon menjadi simbol iman yang kokoh.
"Pohon itu akarnya menghujam, cabangnya menjulang, buahnya meneduhkan. Begitu seharusnya orang beriman,” ucapnya.
Ia menjelaskan dalam Islam iman digambarkan dengan pohon kayu. Pohon kayu lebih jujur dari pada manusia, jika kita bersaudara seperti pohon kayu sendirian diterpa angin maka akan patah tetapi jika pohon kayu itu ramai, dia akan bertahan saat diterpa angin kencang, sepertu itulah persaudaraan orang beriman," ungkap Abdul Somad.
Ia menekankan bahwa menanam pohon adalah sedekah yang pahalanya terus mengalir, bahkan setelah pelakunya wafat.
“Ini amal jariyah. Tapi sebaliknya, merusak hutan, membakar lahan, menebang tanpa izin itu kejahatan besar yang sering disamarkan dengan simbol-simbol agama. Padahal jelas bertentangan dengan nilai tauhid,” tambahnya.
UAS juga menegaskan bahwa pertobatan dari pelaku perusakan alam bukan hanya dalam bentuk kata, tetapi aksi nyata. “Kalau betul tobat, ayo tanam pohon. Jaga sungai. Bersihkan lingkungan. Itulah bukti iman,” tuturnya disambut tepuk tangan para hadirin.
Menjaga alam adalah bagian dari iman dan kebudayaan Melayu yang luhur. "Kehancuran alam akibat manusia bukan sekadar masalah ekologi, tetapi juga masalah moral dan spiritual," ungkap UAS.