Merambah Eksploitasi Online, Kekerasan Seksual Tak Lagi Sebatas Perkosaan dan Pencabulan

Ilustrasi. Metrotvnews.com.

Merambah Eksploitasi Online, Kekerasan Seksual Tak Lagi Sebatas Perkosaan dan Pencabulan

Ihfa Firdausya • 14 April 2025 23:24

Jakarta: Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dian Sasmita mengingatkan tantangan saat ini tidak hanya kasus kekerasan seksual konvensional, seperti perkosaan dan pencabulan. Namun, banyak juga kerentanan anak-anak terkait eksploitasi seksual berbasis online.

"Ini juga perlu sekali dipahami oleh kita bersama, pemerintah, masyarakat, bahwa ada tantangan yang lebih besar juga di sana," kata Dian saat dihubungi, Senin, 14 April 2025.

Ia mengungkapkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merilis data ada 14 ribu anak terkait transaksi mencurigakan berbasis online pada 2024. Transaksi ini terkait dengan eksploitasi seksual.

KPAI berharap realitas tersebut tidak berhenti pada data. Namun, harus ada upaya yang serius dari pemerintah untuk memastikan adanya upaya pencegahan secara masif dan berkelanjutan. Selanjutnya, mitigasi risiko kepada kelompok rentan yang sudah terindentifikasi sebelumnya. 

"Misalnya pada masyarakat miskin, penyandang disabilitas, dan kelompok rentan lain. Ini yang perlu sekali dilakukan upaya-upaya mitigasi risiko," papar Dian.
 

Baca juga: Kekerasan di Lembata, KPAI Dorong RUU Pengasuhan Anak

Kemudian, terkait penanganan kasus juga masih meninggalkan beberapa persoalan. Paling sederhana, kata Dian, adalah terkait ketersediaan lembaga layanan di setiap kabupaten/kota yang belum sepenuhnya siap. Baru 332 kabupaten/kota yang memiliki Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) per Desember 2024.

Ia mengamini manakala kabupaten/kota tersebut tak punya UPTD PPA, layanan tetap bisa dilakukan oleh dinas perlindungan anak. Namun, menurut dia, kualitas layanannya akan berbeda.

"Karena kalau di UPTD ada dukungan dari para profesional seperti pekerja sosial, psikolog, dan pendekatan manajemen kasus dan lain-lain," jelasnya.
 
Baca juga: KPAI Lindungi 4 Korban Pelecehan Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar

Menurut Dian, pekerjaan rumah pemerintah masih banyak terkait kasus kekerasan seksual terhadap anak. Satu kasus saja, kata dia, pemulihannya luar biasa berat. "Energi, upaya, termasuk budget itu besar. Untuk itu apalagi ada data ribuan anak menjadi korban," katanya.

Data Simfoni Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) menyebut terdapat 6.187 kasus kekerasan sejak Januari 2025. Sebanyak 62 persen korban di antaranya di bawah umur. Kekerasan seksual merupakan yang terbanyak dengan 2.598 kasus. Sepanjang 2024, KPAI menerima 264 aduan kasus kekerasan seksual terhadap anak yang mengalami hambatan terkait akses keadilannya. 

"Bentuknya bermacam-macam, terbanyak adalah hambatan ketika proses penanganan hukumnya lambat, karena dianggap kurang bukti, atau putusannya bebas," ujarnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)