Legislator AS Desak Trump Respons Pembantaian di El-Fasher Sudan

Perwakilan Kongres ke-119 diambil sumpahnya di gedung DPR AS pada hari pertama sidang mereka di Gedung DPR AS di Washington, DC, AS, 3 Januari 2025. (EFE/EPA/JIM LO SCALZO)

Legislator AS Desak Trump Respons Pembantaian di El-Fasher Sudan

Riza Aslam Khaeron • 1 November 2025 17:26

Washington DC: Sejumlah legislator Amerika Serikat (AS) dari Partai Republik dan Demokrat mendesak pemerintahan Presiden Donald Trump untuk memberikan respons keras atas pembantaian yang dilakukan kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF) di El-Fasher, Sudan.

Desakan ini muncul setelah kota tersebut jatuh ke tangan RSF pada Minggu, 26 Oktober 2025, yang menandai akhir dari pengepungan selama 18 bulan terhadap benteng terakhir militer Sudan di wilayah Darfur Barat.

Senator Jim Risch dari Partai Republik, yang menjabat sebagai Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat, menyerukan agar Amerika Serikat secara resmi menetapkan RSF sebagai organisasi teroris asing.

"Kengerian di El-Fasher bukanlah kebetulan — itu adalah rencana RSF sejak awal. RSF telah menyebarkan teror dan melakukan kekejaman yang tak terbayangkan, termasuk genosida terhadap rakyat Sudan," tulis Risch dalam pernyataannya di platform X pada Selasa, 28 Oktober 2025.

Senator Jeanne Shaheen dari Partai Demokrat, yang juga anggota senior komite tersebut, menyatakan kemungkinan besar mendukung langkah tersebut. "Kemungkinan," ujarnya saat ditanya apakah ia mendukung penetapan RSF sebagai organisasi teroris asing, seraya menambahkan bahwa ia ingin meninjau isu tersebut lebih lanjut.

Shaheen juga mengecam Uni Emirat Arab (UEA) yang dituduh oleh militer Sudan memberikan dukungan militer kepada RSF.

"UEA telah menjadi aktor yang tidak bertanggung jawab dan berkontribusi pada salah satu krisis kemanusiaan terburuk di planet ini saat ini," tegasnya.

Pihak UEA membantah tuduhan tersebut, dengan menyatakan bahwa mereka mendukung gencatan senjata dan perlindungan terhadap warga sipil, serta menolak klaim bahwa mereka mendukung pihak manapun dalam konflik tersebut.
 

Baca Juga:
ICRC Desak Jajaran Pemimpin Dunia Hentikan Pembantaian di Sudan

Pertempuran di Sudan pecah pada April 2023 akibat perebutan kekuasaan antara militer Sudan dan RSF. Konflik ini telah menyebabkan puluhan ribu orang tewas dan sekitar 13 juta lainnya mengungsi, serta memicu kekerasan etnis yang luas dan kelaparan massal di berbagai wilayah Sudan.

Sementara itu, Departemen Luar Negeri AS belum memberikan tanggapan terkait rencana penetapan RSF sebagai organisasi teroris.

Sebelumnya, pada Januari 2025, pemerintahan Presiden Joe Biden telah menyatakan bahwa RSF dan milisi sekutunya melakukan genosida di Sudan, serta menjatuhkan sanksi terhadap pemimpin RSF, Mohamed Hamdan Dagalo alias Hemedti.

Setelah merebut El-Fasher, RSF dilaporkan melakukan kekerasan sistematis terhadap penduduk sipil, termasuk penembakan terhadap pria-pria yang mencoba melarikan diri dari kota.

Kesaksian seorang penyintas bernama Ikram Abdelhameed, yang didukung oleh pernyataan pejabat kemanusiaan, citra satelit, dan video di media sosial, menggambarkan skala kekejaman yang terjadi setelah kota tersebut dikuasai RSF.

Peringatan keras juga disampaikan oleh kelompok bantuan dan aktivis kemanusiaan terkait potensi pembalasan berdasarkan etnis, mengingat banyak pasukan tentara Sudan dan kelompok sekutunya berasal dari etnis Zaghawa, yang kini menjadi sasaran dominasi penuh RSF di Darfur.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Willy Haryono)