Amnesty Sebut Kamboja Gagal Total Atasi Perdagangan Manusia dan Penyiksaan

Pemerintah Kamboja melakukan kegagalan besar dalam menghentikan kejahatan hak asasi manusia di pusat-pusat penipuan online. Foto: Amnesty

Amnesty Sebut Kamboja Gagal Total Atasi Perdagangan Manusia dan Penyiksaan

Fajar Nugraha • 26 June 2025 17:06

Phnom Penh: Amnesty International merilis laporan mengejutkan pada Kamis 26 Juni 2025 yang menuduh pemerintah Kamboja melakukan kegagalan besar dalam menghentikan kejahatan hak asasi manusia di pusat-pusat penipuan online, yang mereka sebut sebagai "krisis HAM dalam skala massal".

Dikutip dari Radio Free Asia, Kamis 26 Juni 2025, laporan bertajuk “Slavery, Human Trafficking, and Torture in Cambodia’s Scamming Compounds” itu mengungkap adanya setidaknya 53 kompleks scam yang tersebar di 16 kota dan kabupaten, di mana ratusan orang termasuk anak-anak menjadi korban perdagangan manusia, kerja paksa, penyiksaan, dan perbudakan modern.

Berdasarkan wawancara dengan 423 korban, Amnesty menemukan bahwa para pekerja dipaksa tinggal dalam ruang tertutup yang dikawal ketat, dengan tembok tinggi, kawat berduri, pagar listrik, dan penjagaan bersenjata.
 

Baca: Indonesia dan Kamboja Tegaskan Komitmen Perangi Kejahatan Transnasional.


Beberapa fasilitas dilengkapi "ruang gelap" yang digunakan untuk menghukum pekerja yang dianggap gagal memenuhi target atau mencoba kabur. Amnesty menyebut setidaknya 19 lokasi menggunakan alat kejut listrik atau pentungan setrum terhadap pria dewasa maupun anak-anak.

“Kelompok kriminal terorganisasi memang pelaku utama, namun pemerintah Kamboja gagal secara menyeluruh dalam mencegah pelanggaran HAM meski telah diberi tahu berulang kali,” kata Amnesty dalam laporannya. "Kegagalan ini menunjukkan pembiaran — bahkan keterlibatan negara."

Korban umumnya dijebak dengan tawaran pekerjaan palsu. Setelah itu, mereka diselundupkan melewati perbatasan secara ilegal — lewat hutan, sungai, hingga jalur laut — lalu dijual ke pusat-pusat penipuan di Kamboja.

Salah satu korban, Van, remaja asal Vietnam berusia 15 tahun, mengaku dijebak temannya sendiri dan dipaksa bekerja setahun di salah satu pusat scam. Sementara Yathada, seorang perempuan asal Thailand, disuruh menyebrang perbatasan malam hari untuk pekerjaan yang dijanjikan di bidang administrasi, namun ternyata dipaksa menipu secara daring.

Laporan juga mencatat kasus Yutai, pria asal Tiongkok yang diculik dari Myanmar dan dibawa ke Kamboja lewat perjalanan darat dan laut, tanpa melalui pemeriksaan imigrasi.

Amnesty menyoroti bahwa meskipun aparat keamanan pernah melakukan intervensi di 20 dari 53 lokasi, pelanggaran tetap berlanjut. Bahkan 18 lokasi tak pernah disentuh penegakan hukum, dan hanya dua pusat yang benar-benar ditutup setelah tindakan aparat.

Organisasi HAM ini juga mengidentifikasi 45 lokasi mencurigakan lainnya dengan karakteristik keamanan yang serupa dan mendesak penyelidikan menyeluruh.

Laporan ini dirilis di tengah ketegangan antara Thailand dan Kamboja. Awal pekan ini, PM Thailand menyebut Kamboja sebagai “pusat kriminal kelas dunia” dan menutup perbatasan darat akibat sengketa wilayah yang diperparah oleh isu penipuan daring.

Belum ada tanggapan langsung dari pemerintah Kamboja. PM Hun Manet sebelumnya menyatakan berkomitmen memberantas penipuan dan perdagangan manusia, serta menuding Thailand mempolitisasi isu tersebut.

Amnesty menyerukan kepada pemerintah Kamboja dan komunitas internasional untuk: menghentikan keterlibatan pejabat publik dalam praktik perdagangan manusia, mengidentifikasi dan membantu para korban, menuntut pelaku kejahatan internasional seperti perbudakan dan penyiksaan, serta memberikan keadilan dan pemulihan kepada para korban.

(Muhammad Reyhansyah)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Fajar Nugraha)