Ilustrasi. Foto: Freepik.
Eko Nordiansyah • 27 September 2025 10:33
Jakarta: Harga emas (XAUUSD) kembali menjadi sorotan pasar keuangan global seiring meningkatnya ketidakpastian ekonomi dan geopolitik. Gejolak geopolitik di berbagai kawasan, perlambatan pertumbuhan global, serta ketidakpastian arah kebijakan moneter memperkuat pandangan bahwa emas tetap menjadi aset lindung nilai pilihan utama investor.
Dari perspektif teknikal, menurut Andy Nugraha, Analis Dupoin Futures Indonesia menilai pola candlestick dan indikator Moving Average mengonfirmasi bahwa emas tetap berada dalam tren bullish yang kuat. Namun, ia juga mengingatkan bahwa potensi pembalikan arah tetap ada.
“Jika tekanan bullish berlanjut, emas berpotensi naik hingga ke level USD3.800 pada minggu depan. Jika harga berbalik arah dan menembus key point di USD3.550, maka potensi penurunan lebih lanjut ke USD3.467 pada minggu depan perlu diantisipasi,” ujar Andy dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 27 September 2025.
Di sisi fundamental, langkah Federal Reserve (The Fed) yang baru-baru ini memangkas suku bunga menjadi pendorong utama reli emas. Pasar kini memperkirakan The Fed akan melakukan setidaknya dua kali pemangkasan suku bunga tambahan pada Oktober dan Desember, guna menahan perlambatan ekonomi dan menjaga momentum pemulihan.
“Prospek pelonggaran kebijakan moneter tersebut menurunkan biaya peluang untuk memegang emas, mengingat logam mulia ini tidak menawarkan imbal hasil tetap,” ungkapnya.
Kelemahan indeks Dolar AS juga menjadi faktor pendukung lain yang membuat emas semakin menarik sebagai alternatif investasi. Saat dolar melemah, harga emas berdenominasi dolar menjadi relatif lebih murah bagi pemegang mata uang lain, sehingga mendorong permintaan.
Selain itu, banyak bank sentral di seluruh dunia diperkirakan akan meningkatkan kepemilikan emas dalam cadangan devisa, memberikan dukungan struktural yang solid bagi harga emas dalam jangka menengah hingga panjang.
Baca juga:
Sama-sama Naik, Ini Rincian Harga Emas UBS dan Galeri 24 |
Jika data inflasi, pasar tenaga kerja, atau Personal Consumption Expenditure (PCE) indikator inflasi favorit The Fed menunjukkan ketahanan ekonomi AS, bank sentral dapat bersikap lebih hati-hati atau bahkan menunda pemangkasan suku bunga lanjutan.
“Skenario ini dapat menekan harga emas karena ekspektasi pelonggaran moneter yang lebih lambat akan menguatkan dolar dan imbal hasil obligasi,” kata dia.
Selain itu, meskipun suku bunga nominal turun, kenaikan inflasi atau yield obligasi berpotensi menurunkan daya tarik emas sebagai aset tanpa imbal hasil. Jika imbal hasil obligasi meningkat, investor mungkin lebih tertarik pada aset berimbal hasil tetap daripada logam mulia.
Tak hanya itu, jika pasar ekuitas global kembali menguat atau sentimen risiko mereda, sebagian arus modal bisa beralih kembali ke instrumen berisiko, sehingga menimbulkan tekanan korektif pada harga emas.
Secara keseluruhan, jangka pendek emas tetap cenderung positif dengan kombinasi pemangkasan suku bunga The Fed, pelemahan dolar AS, dan ketegangan geopolitik memberikan dukungan kuat bagi tren kenaikan harga emas. Namun, volatilitas pasar diperkirakan meningkat menjelang rilis data ekonomi kunci AS dalam beberapa pekan ke depan.
“Para trader disarankan untuk tetap disiplin dalam manajemen risiko dan mencermati dua skenario utama: potensi kenaikan menuju USD3.800 jika tren bullish berlanjut, atau koreksi ke USD3.467 jika terjadi pembalikan di bawah level kunci USD3.550,” ungkap Andy.