Hamas, kelompok pejuang Palestina yang menguasai Jalur Gaza. (Anadolu Agency)
Willy Haryono • 6 October 2025 13:37
Gaza: Dua tahun setelah Israel melancarkan operasi militer besar-besaran terhadap Hamas di Jalur Gaza, sejumlah pengamat menilai bahwa meski kelompok pejuang Palestina itu mengalami kemunduran besar, tapi mereka belum sepenuhnya kalah.
“Hamas mengalami banyak kemunduran militer, tetapi mereka masih bisa mengatur diri dan mempertahankan komando,” kata Marina Miron, peneliti dari King’s College London, dikutip dari DW, Minggu, 5 Oktober 2025.
Sebelum perang pecah akibat serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan hampir 1.200 orang di Israel, kelompok itu diperkirakan memiliki sekitar 25.000–30.000 pejuang.
Israel mengklaim telah menewaskan 17.000 hingga 23.000 di antaranya. Namun, data dari lembaga pemantau konflik Armed Conflict Location & Event Data (ACLED) menunjukkan angka yang lebih rendah, sekitar 8.900 orang.
Dengan demikian, lebih dari 80% dari sekitar 66.000 korban tewas di Gaza merupakan warga sipil. Sementara itu, laporan intelijen Amerika Serikat menyebut Hamas justru telah merekrut 10.000–15.000 anggota baru selama dua tahun terakhir.
Dalam periode tersebut, Hamas mengubah taktiknya menjadi lebih terdesentralisasi dengan fokus pada perang gerilya, yaitu melakukan serangan mendadak dan penyergapan ketimbang pertempuran terbuka. Jumlah serangan roket ke Israel menurun tajam karena sebagian besar gudang senjata hancur.
Meski begitu, kelompok itu masih sempat melancarkan dua serangan roket pada September 2025 serta beberapa operasi kompleks terhadap pasukan Israel di Khan Younis. Di sejumlah wilayah yang sebelumnya diklaim telah “dibersihkan” oleh militer Israel, kelompok kecil Hamas bahkan dilaporkan kembali muncul.
Kendali Hamas atas pemerintahan sipil di Gaza kini dipertanyakan. Sebelum perang, Hamas juga berfungsi sebagai otoritas sipil yang mengelola rumah sakit dan kepolisian. Namun, sejak serangan Israel meningkat, pejabat Hamas jarang muncul di publik.
“Pejabat Hamas makin jarang terlihat karena kekacauan akibat perang dan takut menjadi target serangan Israel,” tulis laporan International Crisis Group, dikutip dari DW.
Meski kekuatannya melemah dan pengaruhnya di Gaza berkurang, para analis menilai Hamas belum bisa dihapuskan sepenuhnya. Kini, kelompok itu lebih memilih bertahan hidup ketimbang berkonfrontasi langsung.
“Bagi Hamas, bertahan hidup saja sudah merupakan bentuk kemenangan,” tulis ACLED.
Para pakar sepakat, Israel mungkin hanya bisa melemahkan Hamas secara militer, namun tidak dapat menghancurkannya sepenuhnya.
“Hamas adalah ideologi, dan ideologi tidak bisa dimusnahkan,” ujar Hans-Jakob Schindler dari International Centre for Counter-Terrorism. (Keysa Qanita)
Baca juga: Israel Tegaskan Tak Ada Gencatan Senjata, Hanya Penghentian Serangan Udara