KPK Ngotot Tak Punya Bukti terkait Penghentian Kasus Izin Tambang Konawe Utara

Jubir KPK Budi Prasetyo. Foto: Metro TV/Candra

KPK Ngotot Tak Punya Bukti terkait Penghentian Kasus Izin Tambang Konawe Utara

Candra Yuri Nuralam • 30 December 2025 06:39

Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendengar keresahan publik, soal penyetopan kasus dugaan rasuah dalam izin pertambangan nikel di Konawe Utara. Namun, perkara itu tidak bisa dilanjutkan.

“KPK memahami, harapan tinggi publik dalam pemberantasan korupsi di sektor sumber daya alam dan lingkungan, karena dampak masif yang ditimbulkan,” kata juru bicara KPK Budi Prasetyo melalui keterangan tertulis, Selasa, 30 Desember 2025.

Budi mengatakan, KPK sadar adanya kerugian negara yang besar, dan kerusakan lingkungan yang masif dalam kasus itu. Namun, penanganan perkara harus mengacu pada data.

“Tentu dalam proses hukumnya, harus tetap berdasarkan bukti,” ucap Budi.

KPK tidak bisa melanjutkan kasus ke tahap persidangan. Karena tidak ada hitungan kerugian negara sampai kerusakan lingkungan dalam perkara ini.
 


“KPK tetap membuka diri terhadap setiap saran dan masukan masyarakat, karena kami menyadari pemberantasan korupsi adalah upaya kolektif,” ujar Budi.

Eks Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman ditetapkan sebagai tersangka korupsi pemberian izin pertambangan nikel. Aswad diduga melakukan korupsi terkait izin eksplorasi, izin usaha pertambangan, dan izin operasi produksi di wilayahnya.


Aswad juga diduga merugikan negara hingga Rp2,7 triliun. Angka itu berasal dari penjualan produksi nikel yang melalui proses perizinan yang melawan hukum.

Saat itu, Aswad langsung mencabut secara sepihak kuasa pertambangan, yang mayoritas dikuasai PT Antam. Setelah pencabutan secara sepihak itu, Aswad malah menerima pengajuan permohonan izin eksplorasi dari delapan perusahaan hingga diterbitkan 30 surat keputusan kuasa permohonan eksplorasi.

Dari seluruh izin yang diterbitkan, beberapa telah sampai tahap produksi hingga diekspor. Perbuatan itu berlangsung hingga 2014. Aswad diduga menerima Rp13 miliar dari perusahaan-perusahaan tersebut.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(M Sholahadhin Azhar)