Minta MK Konversi Suara Pileg Jadi Kursi DPR, PPP Ngarep Masuk Senayan

Ilustrasi PPP. Medcom

Minta MK Konversi Suara Pileg Jadi Kursi DPR, PPP Ngarep Masuk Senayan

Fachri Audhia Hafiez • 14 May 2024 23:21

Jakarta: Partai Persatuan Pembangunan (PPP) meminta Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengonversi suara sebesar 3,87 persen dinyatakan sama dengan 4 persen. Dengan begitu, PPP bisa melenggang masuk ke DPR.

"Untuk konversi, artinya kita langsung mohon untuk MK mengabulkan permohonan sehingga kita bisa masuk ke Senayan," kata koordinator penanggung jawab penasihat hukum PPP Papua Tengah dan Papua Pegunungan, Akhmad Leksana, melalui keterangan tertulis, Selasa, 14 Mei 2024.

PPP mengeklaim banyak kehilangan suara di wilayah Papua Tengah dan Papua Pegunungan. Sehingga, PPP melalui tim kuasa hukum mengajukan gugatan ke MK dengan perkara Nomor 130-01-17-37/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024.

Sementara itu, Ketua Tim Kuasa Hukum DPP PPP Erfandi menuturkan pemilihan di Papua Tengah dan Papua Pegunungan menggunakan sistem noken. Dia mengeklaim ketika proses perhitungan di tingkat bawah, suara PPP besar.

Namun, saat proses perhitungan naik satu tingkat di tingkah kecamatan, suaranya turun drastis. Erfandi menduga suara PPP telah dipermainkan oknum-oknum tertentu untuk dipindahkan ke partai politik (parpol) lain.

"Ternyata di tingkat bawah itu suaranya ke PPP ketika pada rekap naik ke atas, ke tingkat kecamatan dan lain sebagainya. Itu ada oknum yang kemudian berubah suaranya PPP ke partai lain," ujar Erfandi.
 

Baca Juga: 

PPP Gagal ke Senayan, Wacana Muktamar Luar Biasa Mencuat


Sejumlah bukti sudah diserahkan untuk memperkuat gugatan. Dia meyakini sejumlah tokoh adat Papua di wilayah Yahokimo, Jawa Wijaya, Nduga, serta wilayah-wilayah adat lainnya banyak memberikan suara kepada PPP.

"Makanya kemudian saya berharap banyak kepada yang mulia Majelis Hakim di Mahkamah Konstitusi untuk benar-benar mempertimbangkan bukti-bukti yang telah kami masukkan," ucap Erfandi.

Ketua DPC PPP Kabupaten Yahukimo Papua Pegunungan, Okto Kambue, menjelaskan setiap sistem noken diberlakukan berdasarkan hasil mufakat. Yakni, bersama-sama kepala adat, tokoh adat, serta tokoh adat yang dipercaya masyarakat setempat.

"Tetapi di dalam noken ini kan sudah ada suara kami, tetapi suara kami ini kan hilang. Pada saat rekapan di tingkat PPD dan di tingkat KPU. Nah suara-suara kami ini yang hilang, dipindahkan dan ini adalah oknum-oknum yang melakukan ini. Dan ada aktor-aktor di balik ini," kata Okto.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)