PLN Batalkan Kontrak 13,3 GW PLTU Baru

Ilustrasi PLTU. Foto: Kemenkeu.

PLN Batalkan Kontrak 13,3 GW PLTU Baru

Insi Nantika Jelita • 18 September 2024 10:41

Jakarta: Sebagai komitmen dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencapai target netralitas karbon atau net zero emissions (NZE) pada 2060, PT PLN (Persero) berencana membatalkan kontrak 13,3 gigawatt (GW) pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yang sebelumnya direncanakan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-2028.

"Sebelumnya kita merencanakan pembangunan PLTU baru, tapi kita setop. Kita batalkan rencana tersebut dan itu bisa selamatkan 1,8 miliar ton emisi CO2," ungkap Direktur Manajemen Risiko PT PLN (Persero) Suroso Isnandar dalam Media briefing Electrifying The Future 'Strategi Hijau Untuk Akselerasi Net Zero Emissions' di Sarinah, Jakarta, dikutip Rabu, 18 September 2024.

Selain itu, sebagai upaya dekarbonisasi pembangkit listrik berbasis bahan bakar fosil, perusahaan serum negara tersebut juga membatalkan pembelian tenaga listrik atau power purchase agreement (PPA) dengan pembangkit listrik milik swasta sebesar 1,4 GW

"Itu merupakan sinyal kuat kita memang komitmen untuk mengurangi emisi sesuai dengan perjanjian jual beli listrik," tegas Suroso.

Selanjutnya, PLN juga mengganti 1,1 GW PLTU dengan pembangkit energi baru terbarukan (EBT). Rencananya, perseroan akan mengganti 800 megawatt (MW) PLTU dengan pembangkit gas.

Tidak sampai di situ untuk mengejar NZE di 2060, PLN menerapkan co-firing biomassa atau teknik substitusi PLTU batu bara dengan bahan biomassa seperti pellet kayu, sampah, cangkang sawit atau serbuk gergaji guna menekan emisi dari pembakaran. Co-firing biomassa telah dilakukan di 46 PLTU.

"Ditargetkan akan ada 52 PLTU di 2025 yang menerapkan co-firing biomassa," imbuh Suroso.

Dia menambahkan, PLN memerlukan kolaborasi banyak pihak untuk mencapai tujuan netralitas, termasuk soal pendanaan dalam pembangunan pembangkit EBT. Secara keseluruhan dalam pengembangan EBT di Indonesia, PLN butuh mengalokasikan dana hingga USD200 miliar atau sekitar Rp3.066 triliun (kurs Rp15.331).
 

Baca juga: Mulai 2032, PLTN Bakal Masuk ke Sistem Kelistrikan Indonesia
 

PLTN bakal masuk sistem kelistrikan RI


Suroso menambahkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) akan masuk di sistem kelistrikan Indonesia setelah 2034. Dalam target pemerintah, operasi komersial pembangkit listrik ramah lingkungan itu mulai di 2032.

Suroso menjelaskan PLN tengah menyiapkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN periode 2024-2033. Dalam RUPTL itu ditargetkan 75 persen pembangkit berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) dan sisanya 25 persen gas. Namun, dalam rencana RUPTL yang dikenal Accelerated Renewable Energy Development (ARED) itu, PLTN belum masuk ke dalam sistem kelistrikan Indonesia.

"RUPTL yang sekarang sudah disusun kan periodenya 2024-2033. Karena secara regulasi RUPTL 10 tahun. Sehingga, PLTN itu belum masuk RUPTL. Dari simulasi yang kami laksanakan ada indikasi kebutuhan energi baru nuklir ini mulai dari 2034 onward (ke depan)," ujarnya.

Pihaknya menegaskan pembangkit listrik ramah lingkungan itu diperlukan untuk mendukung transisi energi Indonesia. PLN siap melakukan studi kelayakan terkait pembangkit listrik nuklir di Indonesia dengan mengadaptasi teknologi reaktor modular kecil.

Dalam kesempatan yang sama, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov berpendapat alasan PLTN baru menjadi sumber listrik bersih di Tanah Air pada 2034, karena pemerintah memikirkan sisi suplai dan permintaan energi

Dengan potensi energi bersih yang Indonesia miliki amat besar yakni 3.687 gigawatt (GW), pemerintah dikatakan akan hati-hati dalam menyediakan energi baru dan terbarukan sebagai sumber listrik yang baru.

"Pemerintah melihat ketersediaan antara suplai dan demand proyeksi permintaan listrik ke depan. Hal ini agar tidak ada mismatch (ketidakcocokan) antara pasokan dan permintaan," ucap dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)