Candra Yuri Nuralam • 22 November 2024 20:43
Jakarta: Perkara impor gula yang menyeret mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong dikritik. Pasalnya, pemidanaan menyasar aturan teknis terkait impor gula.
Ahli hukum pidana Mudzakkir menyayangkan hal tersebut. Apalagi, kebijakan Tom Lembong sesuai Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan 572. Yakni, Kepmerindag Nomor 527/MPP/Kep/9/2004.
"Peraturan menteri, peraturan presiden, atau PP, itu tidak boleh menjadi dasar hukum untuk memidana orang," kata Mudzakkir di Jakarta, Jumat, 22 November 2024.
Menurut dia, Lembong tak bisa dipidana karena mengikuti aturan. Mudzzakir menyebut konsekuensi akibat aturan itu hanya bisa diusut melalui dua sarana.
"Kalau melanggar nonundang-undang, diselesaikan berdasarkan hukum yang bersangkutan, kalau itu masuk pada hukum perdata, selesaikan pada perdata. Kalau itu masuk ranah hukum administrasi, selesaikan berdasarkan hukum administrasi," kata dia.
Mudzakkir mempertanyakan dasar Kejagung dalam memproses kebijakan Tom Lembong. Sebab, sangat bertentangan dengan UU Nomor 12 Tahun 2011.
"Suatu perbuatan itu dapat dipidana apabila dimuat, satu, dalam undang-undang. Yang kedua, dalam perdata," tambah Mudzakkir.
Karena itu, Mudzakkir heran mengapa Kejagung memidanakan Tom Lembong. Hal ini mengingat dalam pasal 23 Kepmenperindag Nomor 527 Tahun 2004 juga, yang menyatakan bahwa "Pengecualian terhadap ketentuan dalam Keputusan ini hanya dapat ditetapkan oleh Menteri”.
"Kalau ditanya terkait dengan peraturan menteri, peraturan menteri melanggar tidak bisa dihukum. Itu masuk ranah hukum administrasi. Kalau menteri biasanya ambil kebijakan, kebijakan juga tidak bisa dihukum," tegas Mudzakkir.
?Sebelumnya, Tom Lembong menceritakan kronologi dirinya dijadikan tersangka. Pernyataan itu dicetuskan melalui keterangan tertulis dalam sebuah surat yang diberikan pengacaranya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam ceritanya, Tom mengaku dipanggil empat kali oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) sebelum dijadikan tersangka. Semuanya berlangsung pada Oktober 2024.
“Saya dipanggil hanya sebagai saksi untuk beri keterangan, saya tidak meminta untuk didampingi penasihat hukum (ph) saya pada 4 kali kesempatan tersebut,” kata Tom dalam suratnya, dikutip pada Rabu, 20 November 2024.
Tom mengaku tidak mencurigai apapun dalam pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan terakhir yakni tanggal yang sangat diingat olehnya.
Saat itu, dia diperiksa sampai pukul 16.00 WIB. Penyidik sempat meninggalkannya di ruang pemeriksaan tanpa alat komunikasi.
“Hanya keluar satu sampai dua kali untuk ke toilet dan cek HP sebentar yang tersimpan di loker di resepsi,” ujar Tom.