Pembatalan PPN Terbuka, Pemerintah dan DPR Diminta Utamakan Masyarakat

Ilustrasi kenaikan PPN 12%. Foto: Infografis Medcom.id

Pembatalan PPN Terbuka, Pemerintah dan DPR Diminta Utamakan Masyarakat

M Ilham Ramadhan Avisena • 24 December 2024 10:41

Jakarta: Pemerintah dan DPR masih memiliki waktu dan ruang untuk membatalkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Karenanya, baik eksekutif dan legislatif diharapkan mau duduk bersama untuk membatalkan kenaikan tarif tersebut.

"Pemerintah masih punya waktu sekitar satu minggu lagi untuk membatalkan kenaikan PPN 12 persen ini. Itu hanya terjadi jika pemerintah dan DPR sama-sama berpikir teknokratik non politik elektoral jangka pendek dan mempertimbangkan keberlangsungan dunia usaha dan masyarakat kecil," kata Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyu Askar saat dihubungi, dikutip Selasa, 24 Desember 2024.

Pembatalan penaikan tarif PPN dimungkinkan dan diperkenankan oleh Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Sebab, kata Media, UU tersebut menghendaki perubahan tarif PPN dari lima persen hingga 15 persen dan dapat ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah.

"Dengan kata lain, pemerintah dan DPR bisa membatalkan kenaikan tarif PPN saat ini juga dan diperbolehkan oleh Undang Undang. Pemerintah juga terlihat belum memiliki aturan teknis yang memadai. Kebijakannya berubah-ubah dalam hitungan hari," terang dia.

Karenanya, ketimbang kukuh menaikan tarif PPN dan berpeluang berdampak memberikan kesalahan pada paket ekonomi yang dikeluarkan, pemerintah didorong untuk membatalkan kenaikan tarif PPN.

PPN, sebut Media, merupakan skema pajak paling regresif. Sebab dampaknya tidak berlaku sama pada semua kalangan masyarakat kendati penerapannya berlaku bagi semua kalangan. "Masyarakat bawah yang jauh lebih terdampak signifikan," ujarnya.
 

Baca juga: Menko Airlangga Tegaskan Transaksi QRIS Tidak Dikenakan PPN 12%
 

Ekonomi RI sedang tidak baik-baik saja


Terpisah, ekonom dari Celios Nailul Huda menyampaikan surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto. Dalam surat itu ia menyampaikan kondisi ekonomi Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Belum lama ini, kata Huda, ada satu keluarga yang bunuh diri karena terlilit utang.

Lilitan utang yang menjerat masyarakat, utamanya kelas menengah ke bawah dinilai menjadi gambaran umum mengenai perekonomian di akar rumput saat ini. Itu juga sedianya terkonfirmasi dari melambatnya konsumsi rumah tangga di sepanjang tahun ini.

Penurunan tingkat konsumsi rumah tangga itu juga diikuti dengan jumlah kelas menengah dan menjadi kelompok miskin. Huda menilai itu bukan hal yang mengherankan. Pasalnya kelompok menengah ke bawah telah mengencangkan ikat pinggang sedari 2022.

Sedari saat itu, kenaikan rerata gaji para kelas menengah ke bawah terjadi sangat terbatas. "Di 2022, kenaikan rata-rata gaji masyarakat Indonesia sebesar 3,5 persen. Pada 2022, inflasi tahunan berada di angka 5,51 persen. Pada 2023, kenaikan gaji rata-rata hanya Rp89.391 per bulan
atau hanya naik 2,8 persen saja. Sedangkan di 2022 ada kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen dan ada kenaikan harga Pertalite sebesar 30 persen," kata Huda.

"Kenaikan gaji mereka tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka yang meningkat lebih tinggi. Sehingga, pengeluaran masyarakat jauh lebih besar dibandingkan pendapatan mereka. Rata-rata upah minimum regional 2022 hanya 1,09 persen," tambah dia.


(Ilustrasi. Foto: dok MI)

Sementara itu Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Dwi Astuti dalam taklimat media di kantornya enggan mengomentari perihal penolakan dari masyarakat soal kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen. Dia juga tak ingin menanggapi perihal ruang yang disediakan oleh UU HPP tentang kewenangan pemerintah untuk mengubah besaran tarif PPN.

Pun dia menolak menjawab soal kemungkinan pemerintah memanfaatkan wewenang tersebut. Dwi hanya mau memberikan pernyataan perihal pungutan PPN atas jasa layanan uang transaksi dan uang elektronik. Dia juga tak dapat menjamin tak ada kenaikan harga-harga di tahun depan yang dirasakan masyarakat kendati dia menyatakan beban PPN hanya ditanggung oleh penjual atau pelaku usaha.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)