Dewan Redaksi Media Group Jaka Budi Santosa. Foto: MI/Ebet.
Media Indonesia • 12 July 2024 06:13
SELASA, 2 Juli 2024, Mark Rutte resmi menyerahkan jabatannya sebagai perdana menteri Belanda kepada Dick Schoof. Sirkulasi kekuasaan bukan sesuatu yang aneh. Yang aneh, seusai meneken dokumen serah terima, Rutte meninggalkan kantor dengan menaiki sepeda.
Bagi banyak orang, buat para pemimpin dunia lainnya, mengakhiri jabatan penting di sebuah negara seperti itu bisa jadi tak normal, tapi tidak buat Rutte. Tak hanya meninggalkan kantor dengan bersepeda, Rutte yang masih mengenakan jas lengkap bahkan pergi tanpa pengawalan atau rombongan yang mengantar. Laporan media Belanda, NRC Handelsblad, juga menyebutkan Rutte menolak diberi kado apa pun. Baginya, menjadi PM Belanda selama 14 tahun tak mesti ditukar dengan imbalan spesial.
Rutte memang terbiasa dengan hidup apa adanya. Saat masih menjabat, dia tidak menggunakan fasilitas negara. Dia memilih tetap tinggal di apartemen sederhana dan pergi pulang ke kantor dengan bersepeda. Setelah tak lagi menjabat, dia tetap hidup biasa, di tempat biasa, bukan di rumah atau apartemen mewah pemberian negara. Semua itu dilakukan dari hati, bukan demi citra diri.
Presiden Uruguay 2010-2015, Jose Mujica, juga hidup amat sederhana. Dia bahkan dijuluki sebagai presiden termiskin di dunia. Satu-satunya harta berharga yang dimiliki ialah mobil Volkswagen Beetle keluaran 1987. Saat memerintah, dia menyumbangkan sebagian gajinya untuk amal. Bahkan, setelah mundur dari posisi senator selepas mengakhiri jabatan sebagai presiden, dia menolak uang pensiun.
Mujica tak berubah. Bersama istrinya, dia tinggal di sebuah perkebunan sederhana di pinggiran Montevideo. Sebagai mantan presiden, dia tidak lantas menjalani sisa hidupnya di rumah megah pemberian negara.
Rutte dan Mujica ialah dua contoh pemimpin dunia yang saat berkuasa dan setelahnya hidup bersahaja. Bagaimana dengan di negeri ini, Indonesia? Bolehlah kita bersyukur karena juga punya pemimpin berintegritas tinggi semacam itu. Ambil contoh Bung Hatta.
Wakil Presiden Pertama RI itu dikenal sederhana, juga jujur. Tidak ada mentang-mentang dalam kamus hidupnya. Sebagai pejabat tinggi, tentu sangat mudah baginya untuk berangkat haji diongkosi, tapi dia tak melakukannya. Hatta ke Tanah Suci dengan biaya hasil menabung dari honor menulis. Saking sederhananya, Hatta tidak ingin dimakamkan di taman makam pahlawan saat meninggal.
Mohammad Natsir sama saja. Dia perdana menteri 1960-1951. Tokoh politik berbahasa santun itu juga pernah menjadi menteri penerangan 1946-1947 dan 1948-1949. Namun, semua itu tak membuatnya lupa diri.
Baca juga: Rumah Pensiun Jokowi di Karanganyar Mulai Dibangun |