Ilustrasi strobo dan sirine yang kerap disalahgunakan di jalan raya. Pixabay
Jakarta: Pengawalan pejabat menggunakan strobo ataupun sirene sempa menjadi sorotan karena dianggap masyarakat meresahkan dan mengganggu hak pengguna jalan lain. Pengawalan hingga penyalahgunaan alat yang digunakan sejumlah oknum pengguna jalan untuk memecah kemacetan ini bahkan membuat
Kepala Korlantas Polri, Irjen Pol Agus Suryonugroho, menegaskan penggunaan sirene dan rotator di jalan raya untuk pengawalan dibekukan sementara. Polri bakal mengevaluasi strobo dan sirine di lalu lintas.
“Kami menghentikan sementara penggunaan suara-suara itu, sembari dievaluasi secara menyeluruh. Kalau memang tidak prioritas, sebaiknya tidak dibunyikan” jelas Agus.
Dasar hukum sirine, strobo, dan pengutamaan khusus di jalan raya
Ketentuan mengenai penggunaan strobo atau sirine bunyi pada kendaraan diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (
LLAJ). Pasal 59 menegaskan dalam penggunaan isyarat/ sirine yang memiliki hak utama dan hanya menggunakan warna merah, biru dan kuning dengan beberapa fungsi. Yakni:
1. Lampu Isyarat Biru
Digunakan untuk kendaraan bermotor petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2. Lampu Isyarat Merah
Digunakan untuk kendaraan bermotor tahanan, pengawalan Tentara Nasional Indonesia, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah.
3. Lampu Isyarat Kuning (tanpa sirene)
Digunakan untuk kendaraan bermotor patroli jalan tol, pengawasan fasilitas jalan, menderek, dan kendaraan angkutan barang khusus.
Pasal 134 UU Nomor 22 Tahun 2009 juga menegaskan golongan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan di jalan raya. Yakni:
1. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas
2. Ambulans yang mengangkut orang sakit dan kecelakaan lalu lintas
3. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia
4. Kendaraan pemimpin dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara
5. Iring-iringan pengantar jenazah
6. Konvoi kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut peritmbangan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Hukuman Pidana bagi Pelanggar
Pasal 287 ayat (4) UU LLAJ juga mengatur penyalahgunaan tot tot wuk wuk. Pengguna yang menggunakan alat peraga sirene/ bunyi strobo yang tidak sesuai fungsinya akan dikenakan kurungan penjara paling minimal (1) satu bulan dan dengan paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
(Shandayu Ardyan Nitona Putrahia Zebua)