Ketua Komisi III: Revisi KUHAP Kurangi Potensi Abuse of Power oleh Aparat

Ketua Komisi III Habiburakman. Metrotvnews.com/Fachri

Ketua Komisi III: Revisi KUHAP Kurangi Potensi Abuse of Power oleh Aparat

Rahmatul Fajri • 31 July 2025 14:44

Jakarta: Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menegaskan revisi Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang tengah dibahas bertujuan memperkuat posisi masyarakat sipil saat berhadapan dengan negara dalam proses hukum. Dia mengatakan KUHAP yang baru juga akan mengurangi potensi penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penegak hukum.
 
"Melalui revisi ini, kami ingin mengurangi potensi abuse of power oleh aparat penegak hukum. Kami menyadari tidak akan mungkin menciptakan keseimbangan yang sempurna antara citizen dan state, tapi minimal kita harus mendekatinya," kata Habiburokhman, melalui keterangannya, Kamis, 31 Juli 2025.
 
Habiburokhman melihat betapa timpangnya posisi warga negara ketika harus berhadapan dengan negara dalam kasus hukum. Dia mengatakan negara sangat powerful, sedangkan warga sipil sering kali dalam posisi yang lemah.
 
Habiburokhman mengungkapkan ketimpangan tersebut sangat terlihat dalam KUHAP yang berlaku saat ini, yang dibuat pada era Orde Baru pada 1981. Dia menyebut banyak ketentuan dalam KUHAP lama yang tidak memberikan ruang perlindungan bagi warga negara. Contohnya, keterbatasan peran advokat dalam proses penyidikan.
 
"Advokat saat mendampingi tersangka hanya boleh duduk, mendengar, dan mencatat. Tidak bisa memberikan nasihat hukum secara langsung, apalagi berdialog dengan penyidik. Ini sangat tidak adil dan tidak mencerminkan due process of law yang semestinya," tegas Habiburokhman.
 

Baca Juga: 

Revisi KUHAP Dikritik, Wamenkum: Masih Terbuka untuk Pembahasan


Dia juga menyoroti aturan subjektif dalam penahanan seseorang yang didasarkan pada tiga kekhawatiran, yaitu melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatan pidana.
 
Dalam revisi KUHAP, Komisi III mendorong berbagai perbaikan mendasar, termasuk kewajiban pemasangan CCTV di seluruh area tahanan sebagai upaya mencegah penyiksaan atau kekerasan terhadap tersangka. Habiburokhman mencontohkan sebuah kasus di Palu, seorang tahanan meninggal dunia dan baru terungkap setelah adanya bukti rekaman CCTV.
 
"Parameter kekhawatiran ini sangat subjektif dan rentan disalahgunakan. Tidak boleh ada undang-undang yang memberikan kewenangan sebesar itu hanya berdasarkan penilaian subjektif," ujar Habiburokhman.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Achmad Zulfikar Fazli)