Menteri P2MI Abdul Kadir Karding saat berkunjung ke kantor Gubernur Jatim di Gedung Negara Grahadi. Dokumentasi/ Humas Pemprov Jatim
Surabaya: Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, mengusulkan kepada Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, agar pemerintah pusat membangun shelter atau rumah singgah bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI), khususnya asal Jatim, di negara penempatan seperti Taiwan dan Hong Kong.
Shelter tersebut dinilai penting sebagai ruang pendampingan, perlindungan darurat, dan pusat komunikasi bagi para PMI yang menghadapi persoalan di luar negeri.
"Shelter ini penting untuk tempat berkomunikasi, berbagi pengalaman, serta menjadi ruang dukungan psikososial, terutama bagi PMI yang mengalami kendala di negara tujuan,” kata Khofifah di Surabaya, Jumat, 11 Juli 2025.
Khofifah menekankan pentingnya pemberdayaan PMI secara menyeluruh, dimulai dari proses persiapan sebelum berangkat, selama masa kerja, hingga saat kembali ke tanah air. Ia menyebut bahwa Pemprov Jatim telah menjalin kolaborasi dengan LPK, BLK, dan komunitas sipil untuk menyusun peta kompetensi tenaga kerja berbasis kebutuhan pasar global.
"Bekal keterampilan dan kemampuan bahasa asing harus ditingkatkan. Hal ini penting agar PMI bisa lebih percaya diri, mandiri, dan memiliki daya tawar di tempat kerja,” jelasnya.
Ia juga menyoroti bahwa perlindungan terhadap PMI tidak boleh berhenti saat mereka bekerja di luar negeri saja, tetapi juga harus dilanjutkan saat mereka kembali. Menurutnya, PMI purna menyimpan potensi besar untuk menjadi pelatih, pelaku UMKM, hingga motor penggerak ekonomi lokal.
"Mereka sudah punya keterampilan, tinggal kita fasilitasi agar tetap produktif. Jangan sampai mereka kembali ke tanah air dan kembali menjadi kelompok rentan,” ungkap Khofifah.
Sementara Menteri P2MI Abdul Kadir Karding memberikan apresiasi tinggi kepada Pemprov Jatim yang dinilai sebagai satu-satunya provinsi di Indonesia yang memiliki Peraturan Daerah (Perda) khusus tentang perlindungan PMI.
"Jatim menjadi contoh nyata bagaimana pemerintah daerah berpihak kepada warganya yang bekerja di luar negeri. Perda ini adalah bentuk perlindungan yang konkret,” katanya.
Ia menegaskan komitmen pemerintah pusat untuk memperkuat kolaborasi dengan daerah guna menekan penempatan PMI secara non-prosedural, salah satunya melalui edukasi langsung hingga ke desa-desa.
"Kita ingin masyarakat tahu prosedur resmi agar tidak terjebak rayuan calo. Ini bagian dari upaya besar kita mewujudkan migrasi yang aman dan bermartabat,” ujarnya.
Abdul Kadir juga menyebutkan remitansi PMI menjadi kontributor besar bagi perekonomian nasional. Pada 2024, nilai remitansi mencapai Rp253,3 triliun, dan ditargetkan meningkat menjadi Rp439 triliun pada 2025.
"Kontribusi PMI luar biasa. Maka negara berkewajiban memastikan mereka terlindungi dan bekerja dalam kondisi yang aman serta layak,” ujarnya.
Berdasarkan data BP2MI, Jawa Timur masih menjadi provinsi dengan jumlah penempatan PMI tertinggi secara nasional. Dalam dua bulan pertama 2025 saja, sebanyak 11.265 PMI asal Jatim telah diberangkatkan. BP2MI memproyeksikan jumlah tersebut akan meningkat menjadi 70.422 PMI hingga akhir 2025, naik dari total 69.594 orang pada 2024.