Candra Yuri Nuralam • 5 February 2025 14:37
Jakarta: Kubu Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menuding Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijadikan alat politik, terkait penetapan tersangka dugaan suap proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR. Sebab, status hukum itu diberikan ke Hasto, usai politikus itu mengkritik Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).
“Patut diduga penetapan pemohon (Hasto) sebagai tersangka oleh termohon (KPK) sangat berhubungan dengan sikap pemohon yang gencar melakukan kritik terhadap kebijakan Jokowi,” kata Pengacara Hasto, Ronny Talapessy di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 5 Februari 2025.
Ronny mengatakan kritik terhadap kerja pemerintah merupakan wajar dilakukan seluruh masyarakat, termasuk Hasto. Itu, lanjutnya, merupakan bagian dari demokrasi yang dijunjung tinggi Indonesia.
“Yang menurut pemohon merusak sendi-sendi demokrasi dan supremasi hukum dan merupakan pengalihan isu. Baik kata pepatah, sekali dayung dua tiga pulau terlampaui,” ujar Ronny.
Ronny meyakini klaim pihaknya didasari bukti kuat yang bisa dipertanggungjawabkan. Sebab, kata Ronny, turut ada banyak protes yang menyerang PDIP sebelum Hasto dijadikan tersangka.
Salah satu narasi dan spanduk yang dimaksudnya bahkan menyeret Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Semua serangan hilang usai Hasto ditetapkan tersangka.
“Menariknya, pasca penetapan pemohon sebagai tersangka oleh termohon, hiruk pikuk respons masyarakat menjadi hilang dan teralihkan,” ucap Ronny.
Sebelumnya, Hasto mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka dari KPK. Dia terseret kasus dugaan suap dalam proses PAW anggota DPR yang juga menjerat buronan Harun Masiku.
“PN Jakarta Selatan pada hari Jumat, tanggal, 10 Januari 2025, telah menerima permohonan praperadilan yang diajukan oleh pemohon Hasto Kristiyanto dan sebagai pihak termohon yaitu KPK RI,” kata Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djuyamto melalui keterangan tertulis, Jumat, 10 Januari 2025.
Gugatan Hasto tertuang dalam perkara nomor 5/Pid.Pra/2025/PN.Jkt.Sel. Djuyamto menjadi hakim tunggal dalam praperadilan tersebut.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan juga sudah menetapkan sidang perdana untuk gugatan itu yakni pada 21 Januari 2025. Namun, KPK saat itu tidak hadir, dan sidang dijadwalkan ulang menjadi 5 Februari 2025.