Sejumlah Substansi Krusial yang Harus Diatur di RUU Perampasan Aset

Ilustrasi. Foto: Medcom.id.

Sejumlah Substansi Krusial yang Harus Diatur di RUU Perampasan Aset

Devi Harahap • 10 September 2025 18:13

Jakarta: Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset mulai dibahas. Sejumlah substansi dinilai harus dimasukkan ke dalam bakal beleid tersebut.

peneliti Pusat Studi Antikorupsi Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menyampaikan RUU Perampasan Aset harus mengadopsi praktik non-conviction based yang diterapkan di negara-negara dengan sistem common law (hukum umum). Di mana aset bisa dirampas tanpa menunggu putusan pengadilan.

“Prinsipnya untuk mengefektifkan perampasan aset demi kepentingan negara. Jadi mekanisme non-conviction based itu perlu dipastikan diatur secara detail dalam RUU,” kata Herdiansyah dikutip dari Media Indonesia, Rabu, 10 September 2025.

Herdiansyah juga menekankan perlunya pengaturan batasan minimal (threshold) aset yang harus dirampas. Hal itu harus diatur agar tidak bias dalam penerapannya.

“Apakah Rp100 juta, atau dengan ancaman hukuman empat tahun penjara, itu harus jelas. Tanpa threshold, aturan bisa bias,” ungkap Herdiansyah.
 

Baca juga: Pembahasan Revisi KUHAP dan RUU Perampasan Aset Dinilai Bisa Dilakukan Bersamaan

Selain itu, RUU Perampasan Aset harus mengatur illegitimate enrichment. Yakni, kondisi ketika penyelenggara negara memiliki kekayaan yang meningkat drastis tanpa alasan yang wajar.

“Kalau ada penyelenggara negara yang hartanya meningkat secara tidak wajar, mestinya bisa dirampas negara," sebut Herdiansyah.

Dia menyebut kasus Rafael Alun kemarin adalah contoh yang relevan. Namun, pengaturannya harus dibuat secara detail di RUU Perampasan Aset.

"Konsep illegitimate enrichment ini penting dimasukkan dan harus diatur secara detail,” ujar Herdiansyah.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggi Tondi)